SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo alias Jokowi dikabarkan menelepon hakim Mahkamah Konstitusi
atau MK untuk menanyakan putusan sengketa Pilpres 2024. MK baru akan membacakan
putusan pada Senin nanti.
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara MK Fajar Laksono mengaku
tidak mengetahui pemanggilan hakim MK oleh Jokowi.
"Saya enggak tahu. Silakan tanya kepada yg memberikan
informasi itu," ujar Fajar saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat pada
Jumat, 19 April 2024.
Meski demikian, dia mengklaim, MK sudah melakukan mekanisme
untuk memastikan jalannya rapat pemusyawaratan hakim atau RPH tidak bocor
sebelum dibacakan. Karena itu, dia memastikan, dengan mekanisme itu, kebocoran
putusan dapat diminimalisir.
"Saya memastikan bahwa mekanisme yang kami terapkan meminimalisir hal itu (kebocoran putusan)," ucap dia.
Fajar juga menjelaskan mekanisme untuk menjaga kerahasiaan
RPH. Dia mengatakan, RPH dilaksanakan di ruang khusus yang tidak boleh ada
sembarangan orang hadir. Bahkan, kata Fajar, naik ke lantai itu pun tidak
diperkenankan. Dalam RPH, hakim juga tidak diperbolehkan membawa HP atau alat
komunikasi.
"Itu yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir apapun
yang terjadi di ruang RPH dapat dikonsumsi oleh orang luar sebelum pengucapan
putusan," kata dia.
Fajar memastikan, tidak ada orang dari eksternal MK yang tahu
mengenai jalannya RPH. Bahkan, dia mengklaim, dirinya juga tidak mengetahui
jalannya RPH.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi akan mengumumkan
putusan perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU Pilpres pada Senin besok,
22 April 2024. Pembacaan putusan akan dilakukan sekitar pukul 09.00.
Hingga kini, hakim konstitusi masih melakukan RPH. Kedelapan
hakim konstitusi dijadwalkan melakukan rapat permusyawaratan hakim hingga Ahad,
22 April 2024.
Kedelapan hakim tersebut adalah Suhartoyo, Saldi Isra, Arief
Hidayat, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah,
Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.
Sedangkan Anwar Usman tidak menangani perkara sengketa hasil
Pilpres, karena melakukan pelanggaran etik berat. Hal ini sesuai dengan putusan
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi alias MKMK nomor 2/MKMK/L/11/2023. (tempo)