Tim Hukum Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis
SANCAnews.id – Tim Hukum Ganjar-Mahfud
menyerahkan kesimpulan Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden (PHPU) 2024 ke
Mahkamah Konstitusi (MK) yang kemudian diputuskan pada 22 April 2024.
Ketua tim kuasa hukum Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis
mencatat, setidaknya ada lima kategori pelanggaran sangat prinsip dalam proses
Pilpres 2024.
“Pertama, pelanggaran etika yang kasat mata, dimulai Putusan
MK 90/PUU-XXI/2023. Sangat jelas bahwa pencalonan yang ada merupakan
pelanggaran etika berat sebagaimana disebut Romo Magnis Suseno,” kata Todung,
lewat keterangan tertulis, Rabu (17/4).
Dari putusan MK itu, sambung Todung, akhirnya muncul
pelanggaran kedua, yaitu nepotisme. Menurutnya, secara jelas TAP MPR dan
undang-undang lainnya tegas melarang nepotisme.
“Kalau kita lihat apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo
yang mendorong anak dan menantunya, itu merupakan bagian dari membangun dinasti
kekuasaan, yang menurut kami melanggar etika, seperti dikatakan Romo Magnis
Suseno,” tuturnya.
Tim Kuasa Hukum Ganjar-Mahfud juga menyoroti pelanggaran
ketiga, yaitu abuse of power yang sangat masif dan terkoordinasi. Todung
mengungkap pelanggaran berat itu sebagai pelanggaran prosedural.
“Anda bisa lihat, apa yang dilakukan KPU, Bawaslu dan Paslon
2. Menurut kami pelanggaran itu memicu pemungutan suara ulang,” tegasnya.
Begitu juga dengan penyalahgunaan aplikasi IT. Todung
mengemukakan kembali keterangan dari Roy Suryo yang bicara mengenai angka yang
sangat besar terkait penyalahgunaan aplikasi IT.
“Selain itu, saudara Ali Maksum, dia tidak menjadi saksi,
tapi bertemu kami. Dia menyebut angka lebih dari 50 juta, angka siluman.
Saudara Anas bicara angka 32 juta, angka yang harus kita pertanyakan dari C1
hasil,” tegasnya.
Begitu juga dengan politisasi Bansos selama tiga bulan
menjelang pencoblosan. Todung menilai empat menteri yang dihadirkan MK hanya
menyatakan bahwa Bansos sudah disetujui DPR dan pemerintah, tetapi tidak
menjelaskan apa yang terjadi di lapangan.
“Ada banyak sekali pelanggaran yang bisa disebutkan spesifik
lagi, saya bisa sebut dan ini kita semua sudah ulang berkali-kali, politisasi
Bansos, terutama pada 3 bulan terakhir jelang pencoblosan," ungkapnya.
“Ada pertanyaan mengenai kenapa penyaluran Bansos dipusatkan
menjelang pemilihan, dan mengapa penerima Bansos tidak sesuai data yang ada.
Kemudian kenapa Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan 34 kali ke
lumbung-lumbung suara yang memiliki basis pendukung kuat bagi Ganjar-Mahfud,”
demikian Todung. (rmol)