Sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di MK
SANCAnews.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menerima
berkas amicus curiae atau Sahabat Mahkamah dari Ketua Umum Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dan Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) dari empat perguruan tinggi di Indonesia.
Keempat BEM yang menyerahkan berkas di Gedung II MK, Jakarta,
pada Selasa, 16 April 2024 adalah Dewan Mahasiswa Justicia FH, Universitas
Gadjah Mada (UGM), BEM FH Universitas Padjadjaran (Unpad), BEM FH Universitas
Diponegoro (Undip), dan BEM FH Universitas Airlangga (Unair).
Dalam penyerahan berkas tersebut, Komisioner Bidang Pergerakan
Dewan Mahasiswa Justicia FH UGM, Muhammad Emir Bernadine, merupakan perwakilan
dari empat BEM.
Sedangkan penerima berkas dari MK diwakili oleh Kepala Bagian
Sektap AACC dan Kerja Sama Luar Negeri Immanuel Hutasoit dan Kepala Bagian
Humas dan Kerjasama Dalam Negeri Andi Hakim.
Immanuel menyatakan penerimaan dengan baik terhadap delapan
dokumen amicus curiae yang mereka terima, yang akan disampaikan kepada Majelis
Hakim melalui mekanisme administrasi.
Andi juga menyatakan bahwa dokumen tersebut akan disampaikan secara komprehensif kepada Majelis Hakim. Immanuel dan Andi mengucapkan terima kasih atas dukungan MK melalui amicus curiae.
Emir, dari perwakilan BEM, menjelaskan bahwa mereka
mengajukan amicus curiae sebagai tanggung jawab moral dan keprihatinan terhadap
pemilihan umum presiden dan pemilu secara keseluruhan.
Mereka berharap MK mempertimbangkan poin-poin yang mereka
sampaikan di dalam dokumen, antara lain, membatalkan Keputusan KPU Nomor 360
Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum dan mengadakan ulang
pemilihan umum presiden dengan independensi dan integritas.
Mereka juga merekomendasikan agar majelis hakim bertindak
progresif dengan mengedepankan keadilan substantif dan kemanfaatan dalam
pengambilan keputusan, serta memutuskan perkara PHPU atau sengketa pilpres
berdasarkan hati nurani dan menolak intervensi.
Mengenal Amicus Curiae
Berdasarkan artikel ilmiah berjudul Kedudukan Amicus Curiae
Dalam Sistem Peradilan Di Indonesia, Amicus Curiae merupakan pihak ketiga yang
memiliki kepentingan terhadap suatu perkara, yang memberikan pendapat hukumnya
di pengadilan. Amicus Curiae hanya memberikan opini dan tidak melakukan
perlawanan.
Meskipun belum diatur secara jelas di Indonesia, dasar hukum
diterimanya konsep amicus curiae di Indonesia adalah Pasal 5 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Pasal ini menjadi
dasar bagi hakim untuk mengetahui kekuatan pembuktian.
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang
Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang juga menyatakan bahwa
pihak terkait yang berkepentingan tidak langsung adalah pihak yang karena
kedudukan, tugas pokok, dan fungsinya perlu didengar keterangannya, atau pihak
yang perlu didengar keterangannya sebagai ad informandum, yaitu pihak yang hak
dan/atau kewenangannya tidak secara langsung terpengaruh oleh pokok permohonan
tetapi karena kepeduliannya yang tinggi terhadap permohonan dimaksud.
Meskipun praktik amicus curiae lazim digunakan di
negara-negara yang menganut sistem common law, bukan sistem civil law seperti
Indonesia, praktik ini tidak jarang diterapkan atau dipraktikkan di Indonesia.
Oleh karena itu, dalam peradilan Indonesia, Amicus Curiae
belum diatur secara rinci, tetapi dasar hukum diterimanya konsep amicus curiae
di Indonesia adalah Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman. (tempo)