Sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 menghadirkan saksi ahli Prabowo-Gibran di MK
SANCAnews.id – Hakim Konstitusi Arief Hidayat
menyoroti penjelasan pakar Prabowo-Gibran, Andi Muhammad Arsun yang menyebut
putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat minimal usia calon presiden dan
wakil presiden pada Pilpres 2024 bersifat self-executing.
Putusan yang bersifat self executing artinya putusan tidak
memerlukan peraturan atau perubahan ayat, pasal atau isi undang-undang.
Andi kemudian menyamakan putusan MK nomor 90 dengan putusan
nomor 102/PUU-VI/2009. Di sisi lain, menurut Arief, kedua keputusan tersebut
tidak bisa disamakan.
"Saya enggak bertanya, tapi ini didengar publik,
memberikan pelajaran kepada ahli hukum yang muda-muda, supaya kalau kita bicara
clear, ya," kata Arief.
"Saya hanya ingin mohon dicermati sama-sama, sebagai
pelajaran semua, di dalam halaman 5 di makalah prof Arsun ditulis begini,
putusan MK bersifat self executing," imbuhnya.
Arief menyebut pendapat Andi yang menilai putusan
90/PUU-XXI/2023 sebagai self executing tidak bisa disalahkan. Namun, dia
meminta Andi untuk mengecek kembali argumennya.
"Pak Arsun bisa memasukkan ini sebagai self executing
itu enggak masalah, karena guru besar berpendapat salah siapa tahu 10 tahun ke
depan jadi teori baru kan, enggak masalah sebetulnya," kata dia.
"Tapi Pak Arsun menyamakan apa yang dilakukan KPU
terhadap putusan 90, itu betul sudah dilaksanakan, tapi kalau kemudian Pak
Arsun menyatakan putusan 102/PUU-VI/2009 itu sama dengan apa yang dilakukan KPU
itu mohon dicek kembali, saya belum bisa menyalahkan tapi mohon dicek
kembali," lanjutnya.
Arief pun menjelaskan saat MK memutuskan perkara
102/PUU-VI/2009, belum ada aturan yang mengharuskan KPU dalam membuat PKPU
harus berkonsultasi kepada DPR. Dia menyebut KPU pada saat itu bisa langsung
mengubah PKPU ketika perkara 102/PUU-VI/2009 telah diputuskan.
Dia mengatakan kondisi saat itu berbeda dengan sekarang.
Arief menjelaskan saat ini sudah ada putusan yang memerintahkan KPU dalam
membuat produk hukum harus berkonsultasi dengan DPR.
"Jadi ini tidak bisa dipersamakan, tapi kalau
berpendapat putusan 90 self executing dan bisa langsung ditindaklanjuti oleh
KPU tidak ada masalah pendapat itu," kata dia.
"Tapi tidak bisa disamakan dengan putusan 102, karena
putusan 102, langsung malamnya Pak Putu Artha (Ketua KPU saat itu), mengubah
PKPU baru kalau mencoblos tidak perlu di DPT tapi mencoblos bisa dengan
identitasnya," imbuhnya.
Menurut Arief, Andi harus menjelaskan secara detail dan
cermat. Dia pun menyinggung sesama guru besar tidak boleh mendahului.
"Saya ingin semuanya clear, harus cermat harus persis,
sama-sama guru besar tidak boleh mendahului seperti bisa kota," kata
Arief.
Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud menggugat hasil Pilpres 2024
ke MK karena tidak terima dengan keputusan KPU memenangkan Prabowo-Gibran.
Anies-Muhaimin ingin MK mendiskualifikasi Gibran karena tak
memenuhi syarat pencalonan. Sementara itu, Ganjar-Mahfud ingin MK
mendiskualifikasi Prabowo-Gibran karena melakukan kecurangan terstruktur,
sistematis, dan masif. (cnni)