Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia, Hamdi Muluk memberikan keterangan setelah dihadirkan oleh tim hukum Ganjar-Mahfud di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (2/4/2024) |
SANCAnews.id – Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI), Hamdi Muluk menduga pasangan Prabowo-Gibran akan kalah dalam Pilpres 2024 di Aceh dan Sumatera Barat (Sumbar) karena tidak mempengaruhi perilaku memilih masyarakat di dua provinsi tersebut melalui penyaluran bantuan sosial pemerintah.
Hamdi awalnya menjelaskan, penyaluran bansos yang dilakukan
presiden petahana bisa mempengaruhi perilaku pemilih. Sehingga dia bisa
memenangkan pemilu. Kesimpulan ini diambil setelah Hamdi melakukan
meta-analisis terhadap 734 penelitian terkait bantuan sosial dan perilaku
memilih dari seluruh dunia.
Dalam konteks Pilpres 2024, kata Hamdi, Presiden Jokowi bukan
kontestan. Meski begitu, pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran berada di
peringkat setengah karena Gibran merupakan anak Jokowi.
"Tinggal dibangun persepsi publik bahwa setengah
petahana juga mewakili petahana. Di situ mekanisme psikologisnya berlangsung.
Kalau ini berhasil tentu kepuasan terhadap petahana terkonversi kepada kepuasan
setengah petahana yang sedang menjadi kontestan hari ini," ujar Hamdi
selaku ahli yang dihadirkan pasangan Ganjar-Mahfud dalam sidang sengketa
Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/4/2024).
Menurut Hamdi, penyaluran bansos yang dilakukan Presiden Jokowi
menjelang Pilpres 2024 berkontribusi mengarahkan preferensi pemilih untuk
mencoblos pasangan Prabowo-Gibran. Pasangan tersebut diketahui meraih 58,58
persen suara sah secara nasional dan menang di semua provinsi, kecuali Aceh dan
Sumbar.
Kekalahan Prabowo-Gibran di Aceh dan Sumbar, kata dia,
kemungkinan terjadi karena perilaku memilih masyarakat di dua provinsi tersebut
tidak ditentukan oleh bansos. Dia mengingatkan, berdasarkan hasil risetnya,
faktor bansos hanya berkontribusi 29 persen terhadap perilaku memilih
masyarakat.
Sebanyak 71 persen lainnya dipengaruhi oleh faktor penilaian
terhadap kandidat dan sosiologis. Faktor penilaian terhadap kandidat itu
contohnya penilaian atas kompetensi kandidat, kinerjanya, cara kampanyenya, dan
cara komunikasinya. Adapun faktor sosiologis itu contohnya seseorang memilih
karena kesamaan suku.
"Hanya 29 persen (perilaku memilih masyarakat) yang
disumbang oleh ketertarikan orang dengan bansos. Jadi, mungkin di dua tempat
itu (Aceh dan Sumbar) bekerja faktor lain.... Jadi tidak bekerja faktor-faktor
bansos," ujar Hamdi. (republika)