Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri/Ist
SANCAnews.id – Kesedihan Ketua Umum Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dinilai terlambat
dan seolah ingin menegaskan independensi Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu disampaikan Direktur Pusat Riset Politik, Hukum, dan
Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam, menanggapi tulisan Megawati yang
dimuat di surat kabar Kompas pada Senin (8/4) bertajuk “Statemanship Hakim
Mahkamah Konstitusi”.
Menurut Saiful, tulisan Megawati sulit lepas dari unsur
politik yang melatarbelakanginya, karena tak lain karena posisinya sebagai
ketua partai politik pengusung calon Presiden yang dinyatakan kalah dan sedang
dalam proses pencalonan sengketa di MK.
"Kegundahan Megawati dapat dikatakan terlambat, apalagi
instrumen hukum sebelumnya tidak dilakukan seperti misalnya melakukan keberatan
atas pencalonan Prabowo-Gibran sampai misalnya melakukan challenge ke Bawaslu
tidak dilakukannya," kata Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis
(11/4).
Bahkan, kata Saiful, PDIP juga sangat terlambat karena baru
melakukan gugatan ke PTUN.
"Jika saja tulisan Megawati tersebut dilakukan pada pra
atau pada saat pencalonan Prabowo-Gibran maka publik masih memakfumi, namun
jika saat ini di mana sengketa sedang berproses di MK, maka sulit untuk
membedakan antara kepentingan parpol dengan kepentingan bangsa," terang
Saiful.
Mestinya, kata akademisi Universitas Sahid Jakarta ini,
tulisan Megawati menjadi sangat bermakna apabila ditulis oleh pakar atau
akademisi berkaliber, bahkan tokoh masyarakat yang didengar publik.
"Jika Megawati jelas-jelas publik menilai syarat dengan
kepentingan yang melatarbelakanginya," tutur Saiful.
Saiful menilai, tulisan Megawati tersebut juga tidak masuk ke
dalam narasi akademisi fundamentalis, apalagi terkesan terlambat, serta ditulis
oleh orang yang tidak tepat.
"Dari segi subjek mestinya bukan Megawati yang
menyuarakan yang jelas-jelas ia berada pada posisi sebagai ketua umum parpol
yang mengusung kandidat yang kalah," jelas Saiful.
Selain itu, dari sisi momentum juga tidak pas, mestinya jika
akan mempersoalkan pencalonan Prabowo-Gibran, dilakukan pada saat atau sebelum
pencalonannya.
"Jika sekarang maka terkesan seperti sedang ingin
melakukan penekanan terhadap independensi MK dalam memeriksa, mengadili dan
memutus sengketa hasil Pilpres yang sedang berlangsung di MK," pungkas
Saiful. (*)