SANCAnews.id – Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokrat menilai lonjakan suara yang dialami Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sirekap tidak beralasan. Mereka menduga ada upaya penggelembungan suara untuk memenuhi ambisi Presiden Joko Widodo alias Jokowi memenangkan partai pimpinan putra bungsunya, Kaesang Pengarep.
Ketua Umum Persatuan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan, jika dibiarkan, dugaan penggelembungan suara akan semakin menurunkan legitimasi pemilu 2024. “Nyaris sempurna lah pembajakan Pemilu 2024 oleh rezim despotik ini untuk kepentingan dan ambisi kekuasaan Jokowi, keluarga, dan kroni-kroninya,” kata dia dalam keterangan tertulis, Jumat, 2 Maret 2024.
Adapun kenaikan suara PSI secara drastis terjadi dalam selang waktu 24 jam pada periode 1-2 Maret 2024. Partai berlambang mawar itu memperoleh tambahan suara 0,12 persen setelah data Sirekap menunjukan ledakan suara pada Jumat.
Data Sirekap pada pukul 13.00 WIB, 2 Maret 2024, memperlihatkan suara PSI bertambah 98.869 selang 24 jam. Suara PSI bertambah dari 2.300.600 pada 1 Maret 2024 pukul 12.00 WIB menjadi 2.399.469 suara pada 2 Maret pukul 13.00 WIB atau 3,13 persen.
Menanggapi hal itu, Julius mengungkapkan beberapa faktor yang menguatkan dugaan telah terjadi penggelembungan suara untuk PSI. Di antaranya adalah karena lonjakan suara itu terjadi saat data yang masuk di Sirekap KPU telah melewati 60 persen dari suara total.
Julius mengklaim orang-orang yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil sudah sangat akrab dengan data, riset, serta terbiasa membaca tren atau dinamika data. Menurut Julius, fluktuasi data normalnya tidak terlalu tajam jika data yang masuk sudah melewati jumlah tertentu.
“Jika dugaan penggelembungan suara PSI dan fakta-fakta kecurangan ini dibiarkan, maka lengkaplah kekacauan Pemilu 2024 yang dengan sendirinya menghancurkan legitimasi Pemilu,” ucap Julius.
Selain itu, Julius mencurigai faktor penghentian penghitungan suara manual di beberapa kecamatan dan penghentian Sirekap KPU yang dia sebut terjadi sejak 18 Februari 2024. “Sebab hal itu menguatkan kecurigaan publik bahwa Pemilu 2024 telah dibajak oleh rezim Jokowi,” kata dia.
Oleh karena itu, Julius bersama Koalisi Masyarakat Sipil mendesak para anggota DPR agar menggunakan hak konstitusional mereka untuk membongkar kejahatan Pemilu dalam Pemilu 2024. Khususnya melalui penggunaan hak angket.
Pernyataan sikap tersebut turut ditandatangani puluhan lembaga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis. Di antaranya terdapat Imparsial, PBHI, Setara Institute, KPI, KontraS, dan Migrant Care. (tempo)