Presiden Joko Widodo saat membagikan sembako di depan Istana Negara Jakarta/Ist 

 

SANCAnews.id – Film Dirty Vote dirilis hari ini, Minggu 11 Februari 2024. Film dokumenter garapan Dandy Laksono ini mengungkap dugaan kecurangan pemilu 2024. Dirty Vote baru tayang pada pukul 11.39 WIB, lebih lambat dari jadwal semula pukul 11.00 WIB.


Film tersebut berkisah tentang Presiden Joko Widodo yang diduga mengerahkan lembaga negara untuk membantu calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka, putra sulungnya, meraih kemenangan. Sederet dugaan kecurangan disampaikan tiga ahli hukum tata negara, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari.


Salah satu isu yang disorot dalam film ini adalah dugaan penyalahgunaan wewenang oleh kepala desa. Zainal Arifin menyebut, desa menjadi wilayah pertarungan untuk memperebutkan suara.


Ia lantas mengatakan ada sejumlah wewenang kepala desa yang bisa disalahgunakan. Meliputi data pemilih, penggunaan dana desa, data penerima bantuan sosial (Bansos), Program Keluarga Harapan (PKH), dan bantuan langsung tunai atau BLT, serta wewenang alokasi Bansos.


"Kasus penyelewenangan dana desa sangat mungkin dikonversi menjadi alat tukar dukungan politik," kata Zainal.


Zainal menjelaskan, dari sekian banyak sektor tindak pidana korupsi (tipikor) sepanjang 2022, kasus terbesar ada pada Anggaran Pendapaan Belanja Desa atau APBDes. Karena itu, ia mengatakan fenomena ini sangat mungkin menjadi bagian untuk menekan kepala desa yang bermasalah, dibarter dengan dukungan politik. Caranya, dengan memberi imbalan untuk tidak melanjutkan proses hukum kepala desa tersebut.


"Kami merekam kesaksian kepala desa yang diminta memenangkan paslon tertentu," kata Zainal.


Dirty Vote menampilkan rekaman suara dari kepala desa tersebut. Dengan identitas yang disamarkan, kepala desa itu bersaksi bahwa ada tekanan dari kubu pasangan calon presiden-calon wakil presiden (Capres-Cawapres) nomor urut 02, Prabowo-Gibran, dan 03, Ganjar Pranowo-Mahfud Md.


Dalam kesaksiannya, ia menyebut tekanan dari kubu 02 berupa arahan untuk membentuk teknis penyaluran bantuan beras secara tiba-tiba.


"Itu sangat tiba-tiba dan datanya entah dari mana. Tidak sesuai dengan data kemiskinan di desa," kata kepala desa itu. 


Walhasil, bantuan itu menjadi polemik di desa.


"Kami, kepala desa di paguyuban bingung. Kami yang repot sendiri karena itu tidak sesuai data kebutuhan di desa," katanya. 


Tak cuma itu, ia mengaku dihubungi pihak kepolisian yang meminta izin penggunaan balai desa untuk deklarasi dukungan Capres-Cawapres 02. Ia juga berujar ada beberapa kepala desa tersangkut korupsi dan menjadi sasaran. 


"Kita (kami) senantiasa diawasi Polda," katanya.


Kepala desa juga diminta menyiapkan laporan penggunaan dana desa dari tahun 2021 hingga 2023. 


Sementara itu,  ia berujar, tekanan dari kubu Capres-Cawaprs nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfd MD berupa arahan langsung dari bupati untuk memenangkan Capres-Cawapres nomor urut 3. Bahkan, ditargetkan mendapat suara minimal 50 persen plus 1 untuk kemenangan 03 di satu desa. 


"Itu melaui camat. Camat menghubungi paguyuban kepala desa," ujarnya. (tempo)


Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.