Aprilia Supaliyanto MS.SH didampingi Bedi Setiawan, SH (kiri dan Armen Dedi.SH usai pembacaan pernyataan sikap di gedung badan wakaf universitas isam Indonesia UII Yogyakarta Rrabu, (7/2/2024)
SANCAnews.id – Tak hanya akademisi, guru besar, dan aktivis dari berbagai elemen, kini giliran elemen profesi penegak hukum yang tergabung dalam Aliansi Advokat Yogyakarta (AAY) yang melancarkan pernyataan.
Bahkan mereka tidak tanggung-tanggung, mereka mendesak jika tetap cawe-cawe dalam pesta demokrasi, mereka mendesak Joko Widodo (Jokowi) mundur dari jabatan presiden demi kehormatan bangsa, negara. kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Demi kemaslahatan NKRI, Konstitusi dan Demokrasi serta etika bernegara, kami Aliansi Advokat Yogyakarta menyarankan dan mendesak Presiden Joko Widodo untuk meletakkan jabatannya sebagai presiden,” demikian poin pertama tuntutan yang disampaikan Ketua AAY, Advokat Aprilia Supaliyanto MS SH, di Kantor Badan Wakaf Universitas Islam Indonesia (UII) Jalan Cik Di Tiro Yogyakarta, Rabu (7/2/2024).
Pembacaan pernyataan sikap diawali menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Padamu Negeri ini berlangsung hidmat. Cukupn menarik, diikuti sekitar 100 advokat yang sebagian diantara mereka adalah anggota Tim Hukum pasangan capres 03 dan 01.
Meski demikian mereka menegaskan dalam kontek pernyataan sikap tersebut tidak membawa bendera pendukung capres, tetapi murni keterpanggilannya sebagai advokat yangt punya peran mengawal konstitusi. “Jadi kami tegaskan, ini merupakan gerakan moral.
Bukan partisan. Kami sebagai advokat punya peran mengawa jalannya pemrintahan berdasarkan konstitusi,” tegas Aprillia.
Tampak di antara mereka Advokat Daris Purba SH, Ivan Bert SH, Armen Dedy SH, Fahrur Rozi SH, Ryan Nugroho SH, Heru Lest SH, Bedi Setiawan SH, Kardi SH (Advokat mantan Kajari Yogya), Irsyad SH, Ferry Hantoro SH, Rudi Hermanto SH, dan Iqba SH.
Aprillia menyatakan jika tidak mundur dari jabatannya, maka setidaknya Jokowi segera memposisikan diri sebagai Presiden yang negarawan.
Harus menghormati dan patuh kepada hukum-konstitusi, menjunjung tinggi etika keadaan dalam bernegara, yang mengayomi semua rakyat tanpa membeda-bedakan. “Presiden harus berdiri di tengah, netral dalam kontestasi Pilpres,” tegasnya.
Pernyataan sikap juga mendesak agar aparatur negara tidak memanfaatkan dan menyalahgunaan semua fasilitas negara untuk kepentingan pemenangan paslon tertentu. Termasuk tidak melakukan politisasi Bansos, politisasi hukum dan konstitusi.
Demikian pua terhadap partai politik (parpol) secara kelembagaan perlu mengambil sikap konkret atas keadaan negara ini, melakukan langkah-langkah politik untuk kebaikan bangsa. Selain itu imbauan netralitas kepada unsur penyelenggara pemilu, KPU dan Bawaslu.
Aprilia mengungkapkan, sikap imbauan dan desakan ini berangkat dari kondisi riil atau fenomena perilaku inkonstitusional yang dilakukan presiden atas sejumlah praktik politik kepentingan.
Fenomena itu bisa diihat sejak dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kemudian menjadi pintu gerbang Gibran maju sebagai cawapres, serta sejumah pelanggaran lain.
“Presiden sesungguhnya telah mendgradasi Indonesia sebagai Negara Hukum (rechstaat) menjadi Negara Kekuasaan (machstaat),” tukasnya disambut gemuruh desakan agar Jokowi meletakkan jabatannya. (tvone)