Massa penolak hasil Pemilu 2024 melakukan aksi demonstrasi di depan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2024).
SANCAnews.id – Tim Pembela Demokrasi dan Keadilan Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan mengungkap kecurangan pemilu 2024 yang diduga dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang melibatkan campur tangan kekuasaan.
Wakil Ketua TPN Ganjar-Mahfud Benny Ramdhani mengatakan, tim khusus yang dibentuk telah memperoleh fakta adanya kecurangan di lapangan.
Menurut dia, pada waktunya tim kuasa hukum akan mengungkapnya ke publik di hadapan majelis sidang Mahkamah Konstitusi atau MK.
Menurut politikus Partai Hanura itu, bukti-bukti kecurangan yang akan diungkap Tim Pembela Demokrasi dan Keadilan Ganjar-Mahfud akan memberikan 'ledakan besar'.
”Semua itu akan menjadi fakta-fakta di persidangan MK. Jadi, ini bukan hanya kejutan. Ini akan menjadi 'ledakan' dalam persidangan MK bagaimana sebuah kejahatan demokrasi benar-benar bisa dibuktikan,” kata Benny di Jakarta pada Senin (19/2/2024).
Ia pun mencontohkan kecurangan-kecurangan yang terjadi dalam Pemilu 2024 misalnya, ada the invisible hand kekuasaan yang dikapitalisasi untuk memenangkan salah satu pasangan calon atau paslon.
Kekuasaan itu, kata dia, bergerak secara masif di lapangan untuk mengintimidasi para kepala desa dan kepala daerah yang tidak memilih salah satu pasangan capres-cawapres peserta pemilu.
Benny menambahkan, pihaknya pun sudah mengantongi bukti pengakuan mereka yang mendapat ancaman tersebut.
"Bagaimana bisa rakyat mengalami intimidasi? Bagaimana bisa kepala desa diancam? Jika tidak mendukung pasangan tertentu maka dia akan diperkarakan terkait pengelolaan anggaran dana desa," ucap Benny.
Sementara itu, Sekretaris TPN Ganjar-Mahfud, Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya akan melawan berbagai kecurangan Pemilu 2024, baik melalui jalur hukum maupun politik.
Tim khusus yang sudah dibentuk tersebut, kata dia, sudah langsung bekerja di bawah arahan para ketua umum dan sekretaris jenderal partai politik pengusung Ganjar-Mahfud. Tim juga bergerak di bawah koordinasi Ganjar-Mahfud.
Dua advokat senior ditunjuk sebagai pimpinan Tim Pembela Demokrasi dan Keadilan Ganjar-Mahfud, yakni Todung Mulya Lubis (Ketua) dan Henry Yosodiningrat (Wakil Ketua).
Selain itu, Hasto menambahkan, sejumlah pakar juga akan terlibat dalam tim hukum tersebut untuk mempersiapkan seluruh proses litigasi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
”Yang dihadapi saat ini adalah kerusakan demokrasi dan Pemilu 2024 telah menjadi pemilu dengan kerusakan paling parah dalam sejarah pemilu di Indonesia di masa reformasi,” kata Hasto.
“Maka, yang diperjuangkan oleh tim khusus ini adalah demokrasi, hukum, dan keadilan itu sendiri,” imbuhnya.
Sejumlah pakar yang dilibatkan dalam tim ini terdiri atas berbagai bidang. Meliputi hukum, audit forensik teknologi informasi, politik, ekonomi, sosiologi, komunikasi, dan psikologi.
Melalui seluruh pakar itu, lanjut Hasto, tim ingin membuktikan adanya korelasi antara berbagai kebijakan dan langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan perilaku pemilih yang secara terstruktur, sistematis, dan masif juga melanggar hukum, dan telah menguntungkan pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Selain itu, Hasto menjelaskan, tim juga ingin mengukur sejauh mana keterlibatan kekuasaan yang kemudian mencederai proses demokrasi di Tanah Air ini. Menurut Hasto, demokrasi ini harus diselamatkan karena berkaitan dengan kepercayaan rakyat terhadap proses-proses demokrasi selanjutnya.
Jika pengerahan kekuasaan ini tidak dikoreksi, kata dia, maka tidak akan ada lagi yang percaya terhadap proses demokrasi ke depan. Termasuk dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah atau pilkada yang akan digelar pada November mendatang.
”Seluruh perjuangan yang kami lakukan ini tidak lain bertujuan untuk menyelamatkan demokrasi yang berkedaulatan rakyat, bukan demokrasi kekuasaan, bukan demokrasi yang menghalalkan segala cara,” tuturnya.
“Hal ini penting dan strategis sekali karena pada November nanti akan digelar pilkada serentak. Jika perjuangan ini tidak kami tempuh, niscaya ke depan akan muncul ketidakpercayaan terhadap proses demokrasi di Indonesia,” katanya. (kompas)