Capres 02 Prabowo & Jokowi/Istimewa
SANCAnews.id – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta mengajukan hak interpelasi dan hak angket untuk mengusut dugaan penyalahgunaan kekuasaan Presiden Jokowi pada Pemilu 2024. Hal itu dinilai perlu setelah Presiden Jokowi menyebut seorang Kepala Negara bisa berkampanye dan memihak salah satu pasangan calon (paslon) pada Pilpres 2024.
Demikianlah Mahasiswa dan Aktivis Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara yang tergabung dalam CALS (Constitutional and Administrative Law Society) yang diwakili oleh Bivitri Susanti menanggapi pernyataan Presiden Jokowi terkait Kampanye Presiden.
“Kami mendesak, DPR RI mengajukan hak interpelasi dan hak angket kepada Presiden untuk menginvestigasi keterlibatan Presiden dan penggunaan kekuasaan Presiden dalam pemenangan salah satu kandidat pada Pemilu 2024,” ucap Bivitri mewakil CALS.
“Seluruh penyelenggara negara (presiden, menteri, gubernur, bupati, walikota) untuk tidak berlindung di balik pasal-pasal dan mengesampingkan etik. Mundur dari jabatan jauh lebih etis dan terhormat dalam situasi politik yang sangat tidak demokratis hari-hari ini.”
Dalam keterangannya, Bivitri juga meminta Bawaslu untuk menjalankan tugasnya dengan baik terkait dugaan kecurangan pemilu.
“Kami mendesak, Bawaslu menjalankan tugasnya dengan baik dan bersiap-siap untuk menelaah dan memperjelas indikasi kecurangan yang bersifat TSM untuk mengantisipasi sengketa pemilu dan sengketa hasil pemilihan umum,” ujar Bivitri.
Di sisi lain, Bivitri meminta Mahkamah Konstitusi mulai melakukan telaah mengenai perannya dalam menyelesaikan sengketa hasil pemilu nanti.
“Dalam kaitannya dengan kecurangan yang bersifat TSM, dengan melihat konteks penyalahgunaan jabatan (berikut kebijakan dan anggaran) yang semakin terlihat indikasinya pada Pemilu 2024 ini,” kata Bivitri.
Dalam keterangannya, Bivitri juga mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut pernyataannya tentang kebolehan berkampanye dan memperhatikan kepatutan dalam semua tindakan dan ucapannya, dengan mengingat kapasitas jabatannya sebagai presiden.
Tidak hanya itu, Presiden Jokowi juga diminta untuk menghentikan semua tindakan jabatan dirinya maupun menteri-menterinya, yang telah dilakukan selama ini yang berdampak menguntungkan pasangan calon presiden.
Penjelasan Istana
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menilai pernyataan Presiden Jokowi soal kepala negara boleh ikut kampanye dan memihak di Pilpres 2024 sudah disalahartikan.
Ari menuturkan apa yang disampaikan Presiden Jokowi adalah jawaban untuk pertanyaan media tentang apakah boleh menteri ikut menjadi tim sukses pasangan calon di Pilpres 2024.
“Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu 24/01/2024, telah banyak disalahartikan. Apa yang disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang Menteri yang ikut tim sukses,” kata Ari.
“Dalam merespon pertanyaan itu, Bapak Presiden memberikan penjelasan terutama terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi Menteri maupun Presiden.”
Dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281, UU no. 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa Kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU.
“Tapi, memang ada syaratnya jika Presiden ikut berkampanye. Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku. Dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara,” kata Ari. (kompas)