Presiden Joko Widodo saat membagikan sembako di depan Istana Negara Jakarta/Ist
SANCAnews.id – Pembagian sembako di depan Istana Negara dan pernyataan presiden bisa berkampanye dan berpihak dianggap sebagai kode kecurangan Pilpres 2024 yang akan terjadi.
Demikian analisa Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, terkait berbagai pernyataan dan sikap yang mulai ditunjukkan Presiden Joko Widodo jelang Pilpres 2024 yang akan segera berlangsung.
"Pembagian sembako di depan Istana di saat pilpres dan pernyataan presiden boleh kampanye dan memihak, dugaan saya itu kode keras untuk memenangkan pilpres satu putaran untuk menangkan paslon anak haram konstitusi," kata Muslim kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (28/1).
Karena, kata Muslim, publik mengetahui bahwa presiden merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan yang seharusnya netral sebagaimana sikap Wakil Presiden (Wapres) Maruf Amin.
"Di saat bicara presiden boleh kampanye dan memihak, di sampingnya ada Menteri Pertahanan yang sedang capres dan Panglima TNI ada di sampingnya. Dapat diartikan Joko Widodo sedang kampanye untuk 02 dan TNI harus amankan perintah 'itu'," terang Muslim.
Muslim pun curiga, sembako yang dibagikan Presiden Jokowi di depan Istana merupakan alat untuk upaya menyogok rakyat.
"Di saat ada pembagian sembako di depan Istana, artinya Istana sedang kirim pesan terselubung bahkan terang-terangan dukung anaknya yang sedang berjuang sebagai cawapres," tutur Muslim.
Dengan dua peristiwa itu kata Muslim, dapat diartikan sebagai sinyal keras bahwa Presiden Jokowi sedang melakukan kampanye terselubung.
"Maka kalau sejumlah lembaga survei yang rilis angka tinggi bagi paslon 02 adalah upaya mencocokkan antara kode Istana terhadap KPU, Bawaslu dan DKPP? Walaupun kampanye sepi massa, tapi kalau pilpres diklaim menang satu putaran, itu artinya rancangan dan desain curang sedang diumumkan agar rakyat paham," jelas Muslim.
"Kampanye tidak penting banyak massa. Yang penting sebar sembako dan amankan perintah presiden untuk menangkan calon tertentu? Dengan dua kode keras itu, apakah dijamin pilpres tidak curang? Jika demikian yang terjadi, rakyat jangan berharap ada demokrasi. Selamat datang kekacauan di republik ini? Apakah itu yang diimpikan oleh Joko Widodo di akhir kekuasaannya?" sambung Muslim menutup. (*)