Pakar Hukum Tata Negara Unand Padang Feri Amsari sebut pemakzulan Jokowi bergulir sejak tahun lalu. (ist)
SANCAnews.id – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas (Unand) Padang, Feri Amsari, mengatakan Presiden Jokowi memenuhi kriteria melanggar hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945.
Menurut Feri Amsari, ada beberapa kriteria yang merupakan perbuatan tercela yang dilakukan Presiden Jokowi, di antaranya membiarkan anaknya melanggar konsep kompetisi pemilu yang baik.
Kemudian berbohong kepada publik karena tidak melibatkan keluarganya dalam politik, dan terang-terangan melakukan tindakan cawe-cawe pada pemilu 2024.
“Iya, presiden kan dianggap melakukan perbuatan tercela, membiarkan anaknya melanggar konsep persaingan Pemilu yang baik,” kata Feri Amsari, Senin (15/1).
“Berbohong ke publik soal tidak akan melibatkan keluarga dalam politik, melakukan tindakan terbuka, cawe-cawe dalam pelaksanaan Pemilu, itu perbuatan tercela semua,” katanya.
Selanjutnya, sambung dia, Mahkamah Konstitusi (MK) yang menentukan, apakah Jokowi melanggar konstitusi atau tidak, agar tidak dinilai ada unsur politis pada wacana pemakzulan Jokowi itu.
“Tinggal dibuktikan saja, agar nilai politik yang mungkin oleh orang lain dianggap salah, atau sebaliknya bisa dianggap benar. Tergantung MK,” tutup Feri Amsari.
Pemakzulan presiden bisa terjadi jelang Pilpres 2024, jika partai politik berani untuk mengusulkan impeachment di parlemen.
Namun Feri Amsari justru mempertanyakan keberanian partai politik di parlemen untuk mengusulkan pemakzulan tersebut.
“Jadi memungkinkan saja, jadi yang menjadi pertanyaan besarnya apakah partai-partai yang mengusulkan punya keberanian untuk mengajukan impeachment itu?” ujar Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari seperti dilansir RMOL, Senin (15/1).
Wacana pemakzulan, kata Feri Amsari, sudan bergulir sejak tahun lalu, dan banyak bukti terkait pelanggaran yang dilakukan presiden.
“Sebab kalau wacananya sudah cukup lama ya, dan banyak bukti yang bisa mengarahkan kepada Presiden Joko Widodo,” sambungnya.
Menurutnya, jika partai politik berani mengusulkan maka nanti pembuktian adanya pelanggaran yang dilakukan presiden bisa dilihat dari keputusan Mahkamah Konstitusi.
“Nah itu tinggal dibuktikan saja agar nilai politik yang mungkin dianggap oleh orang lain bisa dianggap salah atau sebaliknya bisa dianggap benar. Tergantung di MK-nya,” tutupnya. (pojoksatu)