Ketua KPU RI, Hasyim Asyari dengan latar belakang foto pendiri NU KH. Hasyim Asy'ari, saat kunjungan ke Kantor Pengurus Besar NU (PBNU), di Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (4/1)
SANCAnews.id – Kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus mendapat sorotan menjelang pemilu 2024. Termasuk para petinggi tertinggi lembaga ini.
Ketua KPU RI Hasyim Asyari merupakan sosok yang memimpin lembaga-lembaga penting dalam jalannya dan penyelenggaraan pesta demokrasi tahun depan.
Namun sosok yang memiliki nama sama dengan pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH. Integritas Hasyim Asy'ari dipertanyakan.
Salah satu yang mengkritik kerja Ketua KPU adalah Juru Bicara Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie M Massardi.
Adhie mengunggah foto Ketua KPU RI Hasyim Asyari sedang melakukan sidang palang pintu dengan latar belakang foto pendiri NU KH. Hasyim Asy'ari, saat berkunjung ke Kantor Pengurus Besar NU (PBNU), di Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Rabu (4/1).
Adhie pun menuliskan cuitan di postingan foto tersebut yang intinya membandingkan apa yang dilakukan Pendiri NU dengan Ketua KPU RI periode 2022-2027.
"Apa maksud Ketua KPU konferensi pers dengan background pendiri NU Hadratussyaikh KH. Hasyim Asyari. Nama sama tapi watak bak bumi dan langit," tulis Adhie dalam cuitannya di akun media X @AdhieMassardi, pada Jumat (29/12).
Lebih lanjut, Adhie mengulas perbedaan watak Ketua KPU RI dengan Pendiri NU.
"Mbah Hasyim (pendiri NU) lawan sekutu yang bawa Belanda mau kangkangi Indonesia," urainya.
"Asyari ini (Ketua KPU RI), malah bersekutu dengan keluarga yang mau kangkangi Indonesia," demikian Adhie menutup cuitannya.
Sebelum pendaftaran capres-cawapres dilangsungkan KPU pada 19 hingga 25 Oktober 2023, publik diramaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 90/PUU-XXI/2023 hasil menguji norma batas usia capres-cawapres.
Dalam sidang pembacaan putusan yang saat itu masih dipimpin Anwar Usman, pada 16 Oktober 2023, MK menambahkan frasa batas minimum usia capres-cawapres.
Dimana, seseorang yang pernah atau sedang menjabat jabatan yang dipilih melalui pemilu atau Pilkada, diperbolehkan maju sebagai capres ataupun cawapres, meski usianya belum mencapai 40 tahun.
Atas putusan MK tersebut, KPU RI langsung merevisi Peraturan KPU (PKPU) 19/2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
KPU mengubah bunyi Pasal 13 ayat (1) huruf q, dari awalnya mensyaratkan usia minimum capres-cawapres 40 tahun, menjadi memasukkan frasa tambahan yang termuat dalam putusan MK 90/PUU-XXI/2023.
Karena dasar hukum yang termuat dalam Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu diubah MK, dan aturan teknis yang dibuat KPU mengikuti, maka isu putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto bukan lagi isu atau sekadar wacana.
Sebab, Gibran yang masih menjabat sebagai Walikota Solo baru berumur 36 tahun, sehingga kabar dia menjadi cawapres Prabowo sebelum keluar putusan MK hanya isu belaka.
Tetapi pada 25 Oktober 2023, Gibran justru mendampingi Prabowo mendaftar sebagai pasangan capres-cawapres, dan mematahkan isu yang beredar.
Hanya saja, sebagian publik juga mengkritisi keputusan MK, yang akhirnya mengaitkan pada pencalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo, bahkan hingga hari ini.
Anggapannya, ada politisasi MK terhadap putusan terkait aturan batas usia minimum capres-cawapres. Terlebih, ada laporan pelanggaran kode etik ke Majelis Kehormatan MK (MKMK) terhadap 9 hakim konstitusi.
Dalam putusannya, MKMK menyatakan Anwar Usman melanggar kode etik dan perilaku hakim, sehingga dia dicopot dari jabatan Ketua MK.
Putusan MKMK itu ibarat bola salju yang terus menggelinding, dan memunculkan isu ada masalah serius di MK, dan dianggap pencalonan Gibran merupakan upaya politisasi hukum. (rmol)