Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie. Jimly menyebut putusan MK soal batas usia capres-cawapres masuk akal untuk dibatalkan. Jika pembatalan diputuskan, maka Gibran terancam jadi cawapres.
SANCAnews.id – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi
(MKMK), Jimly Asshiddiqie mengatakan, wajar jika membatalkan keputusan Mahkamah
Konstitusi (MK) tentang batasan usia calon presiden dan wakil presiden.
Hal itu disampaikannya pada sidang pemeriksaan etik hakim MK
yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).
Adapun pernyataan ini muncul ketika adanya pertanyaan dari
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sekaligus salah satu pelapor,
Petrus Selestinus terkait alasan putusan MKMK terkait kode etik hakim MK yang
harus diumumkan pada Selasa (7/11/2023).
Kemudian, Jimly pun menjawab jadwal pengumuman itu merupakan
usul dari pelapor lain yaitu mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny
Indrayana.
Lantas, kata Jimly, dirinya dan hakim lain yaitu Wahiduddin
Adams dan Bintan Saragih menyetujui usulan Denny tersebut.
"Jadi soal jadwal (putusan sidang etik) itu terkait
permintaan pelapor yang pertama. Jadi setelah kami diskusikan, wah itu masuk
akal, ada gunanya," kata Jimly, dikutip dari YouTube Kompas TV.
Jimly menjelaskan bahwa inti laporan dari beberapa elemen
masyarakat termasuk Denny Indrayana terhadap hakim MK ini tidak semata-mata
hanya untuk menjatuhi sanksi etik kepada mereka.
Pada momen inilah, Jimly mengatakan sidang etik ini turut dimungkinkan adanya keputusan pembatalan putusan MK terkait batas usia capres-cawapres. Argumen Jimly ini merujuk pada UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang UU Kehakiman.
"Jadi setelah kami diskusikan, itu masuk akal, ada
gunanya. Kan, permintaannya supaya putusan MK itu dibatalkan, gitu lho dengan
merujuk kepada UU Kekuasaan Kehakiman (pasal) 17 yang ayat 7-nya,"
jelasnya.
Sebagai informasi, Pasal 17 ayat 3 dan 4 UU Nomor 48 Tahun
2009 dijelaskan bahwa ketua majelis hingga panitera wajib mengundurkan diri
dari persidangan jika memiliki hubungan keluarga atau hubungan suami istri
meski sudah bercerai.
Kemudian berlanjut di ayat 5 di UU yang sama, dijelaskan
pula terkait hakim atau panitera yang memiliki kepentingan langsung atau tidak
langsung wajib mengundurkan diri.
Lalu, tertuang pula di ayat 6 yang menjelaskan jika
ketentuan di ayat 5 tidak terpenuhi, maka putusan yang dikeluarkan pun
dinyatakan tidak sah.
"Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap
hakim atau panitera yang bersangkutan dikenkan sanksi administratif atau
dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian
bunyi ayat 6.
Sedangkan, pasal 17 ayat 7, yang disebutkan Jimly,
menjelaskan bahwa perkara sebagaimana dimaksud pada ayat 5 dan 6 diperiksa
kembali dengan susunan majelis hakim berbeda.
Dengan landasan ini pula, Jimly dan hakim MKMK lainnya
menyetujui untuk mengumumkan putusan sidang ini sebelum tanggal 8 November yang
menjadi batas akhir penyerahan capres-cawapres pengganti ke Komisi Pemilihan
Umum (KPU) digelar pada 26 Oktober-8 November 2023.
"Kami runding, masuk akal itu. Oke, untuk, kalau
misalnya kita tolak itu timbul kecurigaan juga 'waduh ini sengaja berlindung di
balik prosedur jadwal'," kata Jimly.
Gibran Terancam Pupus Jadi Cawapres Prabowo
Lebih lanjut, jika merujuk kepada pernyataan dan landasan
hukum yang dikemukakan Jimly dengan menyatakan putusan MK soal batas usia
capres-cawapres tidak sah, maka posisi Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka,
sebagai cawapres Prabowo Subianto terancam pupus.
Hal tersebut lantaran telah ada aturan bahwa putusan MK
dinyatakan tidak sah jika hakim MK melanggar ketentuan seperti yang tertuang
dalam Pasal 17 ayat 6 UU Nomor 48 Tahun 2009 yang berbunyi:
"Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan
seabgaiamana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap
hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau
dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan," demikian
tertulis pada ayat 6.
Sehingga jika merujuk pada ayat tersebut, maka ketika hakim
MK dijatuhi oleh MKMK sanksi administratif atau pidana, maka putusan MK terkait
batas usia capres-cawapres dinyatakan tidak sah.
Kemudian, putusan tersebut pun akan diperiksa kembali tetapi
dengan komposisi hakim MK yang berbeda dengan merujuk Pasal 17 ayat 7 yang
berbunyi:
"Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat
(6) diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda," demikian
tertulis dalam ayat 7.
Seperti diketahui, MK telah mengabulkan gugatan soal batas
usia capres-cawapres dengan menyatakan seseorang bisa mendaftar capres-cawapres
jika berusia minimal 40 tahun atau sudah pernah menduduki jabatan publik dengan
terpilih lewat pemilihan umum (Pemilu).
Putusan ini pun membuat Gibran dapat melenggang untuk maju
di Pilpres 2024 dengan menjadi cawapres Prabowo.
Pasca dideklarasikan, Prabowo-Gibran pun telah resmi mendaftarkan diri ke KPU untuk berkontestasi di Pilpres 2024 mendatang. (tribun)