Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie
SANCAnews.id – Terpilih jadi anggota Dewan Kehormatan MK, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie dibentuk pada Senin (23/10/2023).
Kemudian, selain Jimly, ada pula
dua tokoh lain yang terpilih yakni mantan anggota Dewan Kehormatan MK Bintan
Saragih dan hakim konstitusi paling senior Wahiduddin Adams.
"Kami dalam Rapat
Permusyawaratan Hakim menyepakati bahwa yang akan menjadi bagian dari MKMK ini
adalah Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, saya kira kita tidak meragukan lagi dengan
kredibilitas beliau," kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dalam jumpa
pers, Senin.
"Kemudian yang kedua adalah
Prof. Dr. Bintan Saragih. Beliau dari Dewan Etik MK, karena kelembagaannya
sekarang bukan lagi dewan etik tapi MKMK, jadi memungkinkan beliau untuk
kemudian masuk MKMK. Kemudian yang ketiga itu adalah Yang Mulia Dr. Wahiduddin
Adams," tambahnya.
Berdasarkan Pasal 27A
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK, keanggotaan MKMK terdiri dari
unsur tokoh masyarakat, akademisi, dan hakim aktif.
Jimly mewakili sosok tokoh
masyarakat, sedangkan Bintan akademisi. Mereka akan mengusut dugaan pelanggaran
kode etik dan pedoman perilaku hakim terkait Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023
yang dinilai membukakan pintu untuk Gibran Rakabuming Raka melaju pada Pilpres
2024 dalam usia 36 tahun berbekal jabatan Wali Kota Solo.
Sejauh ini, MK telah menerima
secara resmi 7 aduan terkait dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku
hakim dari putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Aduan tersebut bervariasi, mulai
dari melaporkan Ketua MK Anwar Usman selaku paman Gibran, ada yang memintanya
mengundurkan diri, ada yang melaporkan seluruh hakim konstitusi, ada yang
melaporkan hakim yang menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion), dan
aduan yang mendesak agar segera dibentuk MKMK.
Anwar meyakini dirinya tak pernah
diintervensi dalam pembuatan putusan selama 38 tahun menjadi hakim. Ia juga
mempertanyakan tuduhan "konflik kepentingan" yang dialamatkan
kepadanya.
Sebab, secara normatif, MK tidak
dalam posisi mengadili seseorang sebagaimana perkara pada pengadilan pidana
atau perdata, melainkan mengadili norma.
"Rekan-rekan dipersilakan
membaca, mengkaji putusan MA nomor 004/PUU-I/2023. Mulai dari situ kawan-kawan
sekalian bisa mencermati apa itu makna konflik kepentingan atau conflict of
interest berkaitan dengan kewenangan MK," jelas Anwar.
"Nanti selebihnya, tentu
kami semua termasuk ini, akan meminta pertanggungjawabkan kepada Majelis
Kehormatan MK," ucapnya. (kompas)