Mantan ketua MK Jimly Assiddiqie.
SANCAnews.id – Ketua
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Prof Jimly Asshiddiqie
mengungkapkan betapa pentingnya kehadiran MKMK pada saat ini. Jimly menegaskan
MKMK hadir untuk mengembalikan fungsi akal sehat.
"Sekarang
ini, akal sehat itu sudah dikalahkan oleh akal bulus dan akal fulus. Akal fulus
itu untuk kekayaan, uang. Akal bulus itu untuk jabatan," kata Jimly dalam
rapat MKMK pada Kamis (26/10/2023).
Jimly berharap
MKMK dapat menegakkan lagi akal sehat di tubuh MK. Jimly tak ingin putusan MK
dihantui oleh konflik kepentingan dan pengaruh kekuasaan.
"Akal
sehat sekarang lagi terancam oleh dua iblis kekuasaan kekayaan. Maka MKMK ini
harus kita manfaatkan untuk menghidupkan akal sehat itu. Itu yang menuntun ke
arah kemajuan peradaban bangsa," ujar Jimly.
Jimly
menyinggung betapa buruknya fenomena saling rebut jabatan dan kekayaan. Jimly
menyayangkan fenomena semacam itulah yang melanda Tanah Air.
"Ini
urusan tetek bengek jabatan. Nanti sudah dapat jabatan pakai pula untuk jabatan
lebih tinggi lagi. Itu perebutan kekayaan juga sama. Dapat kekayaan dia pakai
untuk mencari kekayaan banyak lagi," ujar Jimly.
Jimly bahkan
menganggap ada sebagian orang yang terus berupaya merebut kekayaan tanpa peduli
pada sesama. Kondisi inilah yang menurut Jimly jadi salah satu muara masalah
bangsa.
"Jadi
semua orang ini tidak sharing, caring, giving to the country ya (peduli pada
negara). Kebanyakan orang itu taking (merebut), asking (meminta), requesting
(meminta) dan bilang perlu robbing (mencuri). Ini gara-gara
neoliberalisme," ujar Jimly.
Diketahui, MK
akhirnya menyatakan pembentukkan Majelis Kehormatan MK. Kehadiran MKMK ini guna
merespons sejumlah laporan masyarakat terhadap para hakim MK.
Pembentukkan
MKMK disahkan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). MKMK beranggotakan hakim
MK Wahiduddin Adams, ketua pertama MK Prof Jimly Asshiddiqie, dan pakar hukum
Prof Bintan Saragih.
Tercatat,
sejumlah kelompok masyarakat melaporkan dugaan pelanggaran etik sembilan hakim
MK. Diantaranya dilakukan oleh Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara)
dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak
Asasi Indonesia (PBHI), serta Dewan Pimpinan Pusat Advokasi Rakyat untuk
Nusantara (DPP ARUN) dan Komunitas advokat Lingkar Nusantara (Lisan).
Deretan
pelaporan itu merupakan akibat MK yang memutus tujuh perkara uji materiil Pasal
169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia minimal calon presiden (capres) dan
calon wakil presiden (cawapres) pada Senin (16/10/2023).
Enam gugatan
ditolak. Tapi MK memutuskan mengabulkan sebagian satu gugatan yang diajukan
oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK
dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok
meski dihujani empat pendapat berbeda atau Dissenting Opinion hakim MK dan dua
alasan berbeda dari hakim MK. (republika)