SANCAnews.id – Buntut dari
putusan perkara 90/PUU-XXI/2023 yang memberikan kesempatan putra sulung
Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk mencalonkan diri pada
Pilpres 2024, 16 guru besar dari sejumlah perguruan tinggi pun turut melaporkan
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, ke Majelis Kehormatan MK (MKMK).
Laporan 16 guru besar yang
dikenal sebagai pakar hukum tata negara dan hukum administrasi negara (HTN/HAN)
itu diserahkan sejumlah perwakilan Pusat Kajian Hukum dan Kebijakan (PSHK)
Indonesia, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Indonesia
Corruption Watch (ICW), dan IM57, ke Kantor MK, Jalan Medan Merdeka Utara,
Jakarta Pusat, Kamis (26/10).
Program Manager PSHK, Viola
Reininda, menjelaskan, 16 guru besar yang melaporkan Anwar Usman tergabung
dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS), yang merupakan
perwakilan guru-guru besar dan pengajar fakultas hukum, terutama di bidang
HTN/HAN.
"Ada empat poin yang kami
laporkan di sini yang ditujukan kepada Ketua MK, Anwar Usman," jelas
Viola.
Menurutnya, poin pertama yang
dilaporkan belasan guru besar itu merupakan konflik kepentingan (conflict of
interest) Anwar Usman ketika memeriksa dan mengadili perkara nomor
90/PUU-XXI/2023, yang menambahkan bunyi frasa Pasal 169 huruf q UU 7/2017
tentang Pemilu.
"(Putusan MK terhadap
perkara itu) memberikan ruang atau privilege kepada keponakan yang bersangkutan
(Anwar Usman) untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden, yaitu
Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka, dan hal itu terkonfirmasi, dengan daftar
sebagai Cawapres dari calon presiden Prabowo Subianto," urainya.
Poin keberatan kedua, tambah
Viola, berkaitan dengan leadership Anwar Usman selalu Ketua MK dan hakim
konstitusi yang dinilai tidak memiliki judicial leadership dalam memeriksa dan
memutus perkara tentang pengujian syarat usia calon presiden dan calon wakil
presiden.
"Kenapa? Karena tidak
menaati hukum acara sebagaimana mestinya, karena ada proses yang dilakukan
secara terburu-buru dan tidak sesuai prosedur, terutama berkenaan tidak
diinvestigasinya kejanggalan berupa penarikan kembali permohonan (perkara nomor
90/PUU-XXI/2023)," jelasnya.
"Ketiadaan judicial
leadership itu berkaitan dengan kepemimpinan beliau saat menghadapi concurring
opinion dari dua hakim konstitusi yang substansinya ternyata dissenting
opinion, sehingga menimbulkan keganjilan juga di dalam putusan Mahkamah
Konstitusi," sambungnya.
Adapun poin keberatan terakhir,
berkenaan dengan komentar Anwar Usman saat perkara belum diputus, yakni pada
saat mengisi kuliah umum di Semarang, yang intinya tentang substansi pengujian
UU tentang syarat usia menjadi calon presiden dan wakil presiden.
"Harapan kami, perkara ini
diperiksa secara objektif oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Kami
juga mendorong sikap kooperatif dari para hakim konstitusi yang potensial
dihadirkan sebagai saksi di dalam perkara itu," harapnya.
"Kami juga mendorong, ketika
ditemukan adanya dugaan pelanggaran berat, terutama terkait conflict of
interest, bisa memberikan sanksi setara atau sanksi yang berat, berupa
pemberhentian secara tidak hormat," demikian Viola menutup.
Berikut ini nama-nama 16 Guru
Besar dan/atau Pengajar HTN/HAN:
1. Prof. H. Denny Indrayana, S.H., LL.M.,
Ph.D.
2. Prof. Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H.,
M.Hum,C.M.C.
3. Prof. Muchamad Ali Safaat, S.H, M.H.
4. Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D
5. Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum.
6. Dr. Auliya Khasanofa, S.H., M.H.
7. Dr. Dhia Al Uyun, S.H., M.H.
8. Dr. Herdiansyah Hamzah, S.H., LL.M.
9. Dr. Herlambang P. Wiratraman, S.H, M.H.
10. Iwan Satriawan, S.H., MCL., Ph.D.
11. Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., Ph.D.
12. Dr. Yance Arizona, S.H., M.H., M.A.
13. Beni Kurnia Illahi, S.H., M.H.
14. Bivitri Susanti, S.H., LL.M.
15. Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M.
16. Warkhatun Najidah, S.H., M.H. (rmol)