SANCAnews.id – Politisi Partai Demokrat Yan A. Harahap menyoroti
proyek kereta cepat Jakarta - Bandung (KCJB) tak kunjung selesai.
Hal itu ditanggapi Yan Harahap
melalui akun Twitter pribadi miliknya. Dalam cuitannya, Yan Harahap menyinggung
bahwa proyek kereta cepat pertama di Indonesia itu bak sesuatu yang dipaksakan.
Yan Harahap juga mengatakan bahwa
jika maju kerugian makin besar dan jikalau mundur pun ada ketakutan dicap
mangkrak.
"Memang, sesuatu yang
'dipaksakan' itu tak baik, apalagi demi proyek 'mercusuar'. Mau maju
kerugiannya makin dalam, mau mundur takut dicap mangkrak," tutur Yan
Harahap dikutip WE NewsWorthy dari akun Twitter pribadi miliknya, Jumat (21/4).
Memang, sesuatu yg ‘dipaksakan’
itu tak baik, apalagi demi proyek ‘mercusuar’. Mau maju kerugiannya makin
dalam, mau mundur takut dicap mangkrak. https://t.co/4I2GB9SRqW
— Yan A. Harahap (???? ???? ????)
(@YanHarahap) April 19, 2023
Sementara itu, diketahui bahwa
pembangunan kereta cepat yang dimulai pada 2016 sedianya akan rampung pada 2018
dan mulai beroperasi pada 2019. Namun, hingga akhir Maret 2023, progres
pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung mencapai 88,8 persen dan akan dijadwalkan
akan diresmikan pada Agustus 2023.
Adapun selain target pembangunan
yang molor, proyek tersebut juga mengalami pembengkakan hingga 1,2 miliar
dollar AS atau sekitar Rp 18 triliun. Angka tersebut merupakan hasil audit dari
setiap negara dan disepakati bersama-sama.
Dengan demikian, total biaya
proyek ini sejak 2016 mencapai 7,27 miliar dollar AS atau sekitar Rp108
triliun, dikutip dari Kompas.
Namun, pembengkakan biaya ini tak
akan berpengaruh pada rentang waktu hingga tercapainya titik impas (breakeven
point), yaitu 38 tahun.
Masa konsesi pun tak berubah,
yakni tetap 80 tahun. Padahal, proyek tersebut mulanya direncanakan akan
menelan biaya sekitar Rp85 triliun.
Sebagai informasi, komposisi
pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung adalah 75 persen berasal dari
pinjaman China melalui China Development Bank (CDB).
Sisanya merupakan setoran modal
dari konsorsium dua negara, yakni Indonesia-China. Dengan pembagian ini,
konsorsium BUMN Indonesia menyumbang 60 persen dan 40 persen berasal dari
konsorsium China. (*)