SANCAnews.id – Aktivis 98 dari berbagai elemen mengadakan Diskusi
Konsolidasi Demokrasi Aktivis 98 yang mengangkat tema Dampak Penundaan Pemilu
Terhadap Hukum, Ekonomi, Sosial, Dan Kebudayaan.
Diskusi digelar di Mako Coffee,
Jakarta Selatan Rabu, (05/04/2023), menghadirkan 5 pembicara yang tampil cukup
bernas dalam memaparkan kondisi terakhir nasional Indonesia.
Niko Adrian, Forkot membedah dari
sisi hukum bila pemilu ditunda. Menurutnya, konstitusi dan aturan hukum
dibawahnya telah mengatur proses demokrasi Indonesia secara reguler harus
berjalan.
“Amandemen UUD 45 pasal 22 e ayat 1
pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali. Termasuk dalam UU Nomor 7 tentang Pemilu,”
tegas Niko.
Niko menambahkan bahwa pendukung
penundaan pemilu menyatakan sebelumnya ada preseden penundaan Pemilu, yang
diatur dalam TAP MPR. Namun faktanya, 1977 bukan penundaan karena memang belum
diatur Pemilu adalah 5 tahun sekali.
“Justru TAP MPR 1998 membuat
percepatan Pemilu 1999. MPR saat ini tidak dapat membuat TAP lagi karena tidak
lagi menjadi lembaga tertinggi negara,” jelas Niko
Satu-satunya alasan untuk penundaan
pemilu, lanjut Niko, adalah jika ada kondisi kerusuhan atau bencana alam atau
SOB. "Ini yang harus kita waspadai bersama agar kerusuhanbisa dicegah,
sehingga tidak ada alasan untuk menunda pemilu."
Sementara itu, Ubedillah Badrun
dari FKSMJ menyatakan bahwa dampak yang ditimbulkan dari penundaan pemilu akan
munculkan ketegangan sosial.
“Harapan rakyat akan perbaikan
pemimpin baru dimatikan oleh penundaan Pemilu. Disharmoni antar warga akan
menjadi manifest sebagai konflik sosial. Saat terjadi amok konflik sosial dll
maka secara tidak langsung membuka karpet merah hadirnya kembali Tentara di
pucuk pimpinan nasional,” papar Ubedillah.
Sementara Uchok Sky Khadafi Famred
menyatakan bahwa negara saat ini sedang krisis finansial, sehingga bisa menjadi
alasan untuk dilakukan penundaan pemilu.
“Cadangan devisa negara kita saat
ini sedang mengalami krisis, dimana hanya memiliki cadangan 100 T. Dan ini akan
sangat berpotensi terjadinya krisis finansial yang berdampak pada krisis
politik,” jelas Uchok.
Sementara itu, Satyo Purwanto FIS
mengatakan bahwa aktor-aktor politik yang masih menggaungkan tentang penundaan
Pemilu menunjukkan bahwa mereka ada dalam satu orkestra.
“Sehingga kita bisa melihatnya
bahwa penundaan pemilu adalah bagian dari strategi rezim untuk bertahan dalam
kekuasaannya,” ujarnya, yang menilai
rezim sekarang adalah rezim gemar bikin Perppu. Semua yang dianggap
mengganggu kekuasaan politik rezim, pasti diterbitkan perpu.
“Seperti KPK, Corona, Ciptaker.
Dikhawatirkan akan muncul tiba-tiba perppu penundaan Pemilu,” papar Komeng.
Dandhi Mahendra, FKSMJ menelisik
dampak terhadap budaya ketika pemilu ditunda. Dimana saat ini secara budaya,
bangsa ini telah mengalami kemerosotan.
Dari 5 pembicara semua bersepakat bahwa
kerusakan yang dihasilkan dari rezim saat ini sudah paripurna, sehingga Aktivis
98 harus dapat memberikan solusi yang dapat diterima rakyat sehingga perubahan
sejati bisa terwujud. (poskota)