SANCAnews.id – Kredibilitas dan integritas hakim-hakim konstitusi
dipertanyakan publik, menyusul dilantiknya kembali ipar Presiden Joko Widodo,
Anwar Usman sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Ditambah, ada pemecatan
satu hakim oleh DPR.
“Kekhawatiran publik saat ini
bukan sekadar Anwar Usman semata, tetapi juga persentase dari 9 hakim MK,
utamanya tiga yang berasal dari pemilihan di DPR,” ujar dosen ilmu pemerintahan
Universitas Sutomo, Efriza kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (20/3).
Ia menjelaskan bahwa kekerabatan
antara Anwar Usman dengan Jokowi tentunya menimbulkan persepsi ada conflict of
interest dalam menjalankan peran kelembagaan.
"Selain itu, dipecatnya
Aswanto oleh DPR juga menimbulkan stigma bagi MK," sambungnya.
Baru-baru ini, dipandang Efriza,
publik menyoroti soal uji materiil norma sistem pemilihan legislatif (pileg)
dalam UU7/2017 tentang Pemilu. Karena, ia memperkirakan akan ada perubahan dari
sistem proporsional terbuka menjadi tertutup.
Apabila sistem proporsional
terbuka berubah menjadi tertutup, Efriza memandang itu bisa mendegradasi hak
memilih langsung rakyat yang diatur dalam konstitusi.
Dikatakan Efriza, fakta peradilan
berupa putusan PN Jakarta Pusat yang dianggap nyeleneh harus menjadi pelajaran
publik untuk mengawasi lembaga negara seperti MK. Dengan demikian, apa yang
terjadi di PN Jakarta Pusat tidak terjadi di MK.
"Tetap terjaganya integrasi,
netralitas, dan keputusan yang tepat sesuai amanat konstitusi dari hakim MK,”
demikian Efriza menambahkan. (*)