SANCAnews.id – Kongres Pemuda Indonesia akan melaporkan tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang memberikan putusan memerintahkan KPU tidak melanjutkan Pemilu. Ketiga hakim itu yakni Dominggus Silaban, Bakri dan T Oyong.

 

"Kongres Pemuda Indonesia mengambil sikap untuk melaporkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat perkara Nomor: 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung RI untuk diberikan sanksi," kata Presiden Kongres Pemuda Indonesia, Pitra Romadhoni, melalui pesan elektronik kepada Akurat.co di Jakarta, Jumat (3/3/2023).

 

Dia mengatakan ketiga hakim tersebut telah keliru dalam memahami dan menafsirkan terkait dengan kewenangan Pengadilan Negeri atas perkara aquo yakni kompetensi absolut.

 

Menurutnya juga, ketiga hakim PN Jakpus tidak profesional dan tidak mengerti hukum Pemilu, serta tidak bisa membedakan urusan publik dengan urusan perdata.

 

"Kami menilai majelis hakim perkara a-quo telah masuk ke dalam ranah politik yang bukan kewenangannya untuk mengadili. Untuk menjaga marwah dan martabat hukum sebagai panglima terkait dengan amar putusan tersebut maka kami akan membmuat laporan," tutur dia.

 

Dijelaskan dia, di dalam petitum jelas disebutkan bahwa dimohonkan Partai Prima sebagai penggugat adalah terkait persoalan administrasi partai politik, sehingga tidak masuk ranah pengadilan negeri tetapi adminsitrasi Negara.

 

Malah, petitum nomor 5 menguatkan bahwa yang dimohonkan oleh penggugat masuk ranah sengketa Pemilu dan administrasi yang kewenangan absolutnya berada pada Bawaslu RI dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Petitum nomor 5 yang dimaksud Pitra berbunyi menghukum KPU sebagai tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu sejak putusan diucapkan, dan melaksanakan tahapan Pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.

 

Selain meminta diberikan sanksi, Kongres Pemuda Indonesia berharap putusan yang memerintahkan KPU menunda tahapan pemilu segera ditelaah dan dieksaminasi oleh KY dan MA.

 

"Sebab hukum adalah panglima di Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan politik," tukas Pitra Romadhoni. (*)

Label:

SN

{picture#} YOUR_PROFILE_DESCRIPTION {facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}
Diberdayakan oleh Blogger.