SANCAnews.id – Vonis terhadap dua terdakwa tragedi Kanjuruhan,
mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto dan mantan Kasat
Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmad, divonis bebas oleh Majelis
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Salah satu pertimbangan yang membuat
vonis itu dijatuhkan oleh Majelis Hakim PN Surabaya, disebutkan adalah karena
ada faktor angin yang menyebabkan korban meninggal terkena gas air mata.
Menurut pakar hukum pidana dari
Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, alasan hukum Majelis Hakim tersebut
seharusnya bukan justru membuat dua terdakwa tersebut tidak terkena hukuman.
“Pendapat saya, itu kurang tepat.
Karena perbuatannya terbukti ada. Bahwa ada faktor lain yang membantu
terjadinya tindak pidana itu, itu di luar kemampuan dia memang,” ujar Abdul
Fickar kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (17/3).
Ia mengurai, dalam video tragedi
Kanjuruhan nampak terlihat aparat menembakan gas air mata untuk mengurai
kerusuhan di dalam stadion pasca pertandingan Arena FC dan Persebaya.
“Perbuatan menembakan gas air
mata itu terbukti. Dan pada situasi seperti itu, itu bisa dikualifikasi sebagai
kesalahan,” tuturnya.
Meski begitu, Abdul Fickar tidak
menampik dalil para terdakwa yang menyatakan bahwa penembakan gas air mata
adalah satu perbuatan yang netral.
“Tapi ketika diterapkan dalam
satu situasi, maka itu (bisa) menjadi salah atau benar,” sambungnya menegaskan.
Lebih lanjut, ia memaparkan
klasifikasi penggunaan gas air mata yang benar dan yang salah. Termasuk, soal
identifikasi orang yang patut bertanggung jawab apabila terbukti terdapat
kesalahan di dalam praktiknya.
“Dia menjadi benar kalau sasaran
tembaknya tidak panik, mereka bubar dengan rapih atau biasa-biasa saja. Itu
tidak ada masalah,” urainya.
“Tapi pada situasi tertentu, itu
membuat orang panik dan berjatuhan, itu kalau mau ditarik tanggung jawab
pidananya, maka orang yang memerintahkan penembakan itu lebih tepat
dibandingkan pelaku utamanya,” demikian Abdul Fickar menambahkan. (*)