SANCAnews.id – Penerbitan Keppres 17/2022 tentang Tim Penyelesaian Non-Yudisial
Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu memuat misteri politik tersembunyi yang harus
diwaspadai. Keppres tersebut memungkinkan jadi jalan pintas pemberian maaf atau
rehabilitasi terhadap pelanggaran HAM Berat seperti peristiwa pengkhianatan
G30S PKI tahun 1965.
"Ini misteri
politik tersembunyi yang perlu diwaspadai," kata Presidium Koalisi Aksi
Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Jawa Barat, Syafril Sofyan kepada redaksi, Senin
(27/2).
Pandangan Syafril
yang tergabung dalam KAMI Lintas Provinsi, rekam jejak kebangkitan PKI sudah
terlihat sejak lama. Hal ini didasarkan dari indikasi neo komunisme tetap
melakukan kegiatan.
Keppres 17/2022 pun
ditengarai sebagai pintu masuk pemerintah meminta maaf kepada PKI, termasuk
memberikan ganti rugi kepada para pengikut dan antek-antek PKI yang dianggap
korban pelanggaran HAM.
Atas keberadaan
Keppres 17/2022, KAMI Lintas Provinsi pun menyatakan beberapa sikap. Pertama,
masyarakat, khususnya TNI diminta waspada terhadap kebangkitan paham neo
komunisme dengan kedok penegakan hak-hak asasi. PKI, kata KAMI Lintas Provinsi,
bukanlah korban, melainkan pelaku kejahatan berat HAM.
Kedua, KAMI Lintas
Provinsi mengecam dan menolak tindakan pemerintah melalui Keppres 17/2022 jika
meminta maaf serta memberi kompensasi ganti rugi kepada pengikut atau keluarga
PKI.
"Ini tentu
merupakan kegiatan melanggar Pancasila dan Konstitusi (TAP MPR dan UUD 1945).
Jika pemerintah, dalam hal ini Joko Widodo tetap melakukannya, maka tindakan
tersebut jelas dan tegas melanggar konstitusi. Sudah pantas dimakzulkan,"
tegas KAMI Lintas Provinsi.
Masyarakat serta
aparat penegak hukum juga diimbau waspada dan bertindak tegas terhadap
munculnya bahaya laten PKI dalam setiap adanya upaya menghidupkan ajaran-ajaran
komunisme, marxisme dan leninisme di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia. (rmol)