SANCAnews.id – Deputi Sekretaris Jenderal Transparency
International Indonesia (TII) Wawan Heru Suyatmiko mengungkapkan salah satu
alasan merosotnya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2022 disebabkan
lemahnya penegakan hukum. Wawan menjelaskan skor IPK yang disusun lembaganya
merupakan himpunan penilaian dari para pebisnis serta analis terhadap penegakan
hukum dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Sehingga, rendahnya skor IPK
Indonesia tahun 2022 merupakan refleksi dari pebisnis dan pengamat yang memandang
iklim kebijakan serta penegakan hukum yang berlangsung di Indonesia. Wawan
mengatakan banyak kalangan yang menilai penegakan hukum selama tahun 2022
merosot dari tahun-tahun sebelumnya. Sebab, kata dia, acapkali aparat penegak
hukum yang ikut cawe-cawe sehingga terjerat tindak pidana korupsi.
“Untuk penegakan hukum kita tahun
2022 masih banyak aparat hukum yang kena kasus korupsi. Hal ini membuat indeks
persepsi terhadap pemberantasan korupsi juga semakin buruk,” ujar Wawan saat
dihubungi oleh Tempo, Rabu, 1 Februari 2023.
ICW Beri Nilai E untuk Penegak Hukum
Indonesia Corruption Watch (ICW)
membuat standar penilaian terhadap kinerja Aparat Penegak Hukum (APH), yaitu
kepolisian, kejaksaan, dan KPK dalam penindakan kasus korupsi. Ada 5 kategori
nilai kinerja yang dibuat ICW berdasarkan persentase capaian target. Kategori
tersebut yaitu, 81-100 mendapat kategori A atau sangat baik, 61-80 kategori B
atau baik, 41-80 kategori C atau cukup, 21-40 kategori D atau buruk, dan 0-20
kategori E atau sangat buruk.
Dalam laporan Tren Penindakan
Kasus Korupsi Semester 1 Tahun 2022 yang dikeluarkan ICW, dari target sebanyak
1.387 kasus korupsi pada Semester 1 tahun 2022, seluruh APH hanya mampu
merealisasikan sebanyak 252 kasus korupsi atau sekitar 18 persen. Sehingga
kinerja penindakan kasus korupsi hanya mendapat nilai E.
Kinerja penegak hukum
Kejaksaan memiliki target
penanganan kasus selama semester I 2022 sebanyak 514 kasus dengan anggaran yang
dikelola sebesar Rp 138,9 miliar. Kejaksaan sepanjang semester I tahun 2022
tercatat hanya menangani sebanyak 183 kasus dengan 413 orang ditetapkan sebagai
tersangka.
Persentase kinerja penindakan
kasus korupsi oleh Kejaksaan sekitar 36 persen atau masuk dalam kategori C atau
Cukup. Hanya terdapat 26 Satuan Kejaksaan yang telah menangani sebanyak 2 kasus
atau lebih.
Penanganan kasus korupsi di
Kepolisian semakin menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada
2022, Kepolisian memiliki target penanganan kasus korupsi selama semester I
2022 sebanyak 813 kasus dengan anggaran sebesar Rp 291,7 miliar.
Kepolisian selama semester I
tahun 2022 tercatat hanya dapat menangani 54 kasus. Persentase kinerja
penindakan kasus korupsi oleh Kepolisian sekitar 7 persen atau masuk dalam
kategori E atau Sangat Buruk.
Di sisi lain, kerja KPK selama
semester I tahun 2022 mengalami stagnans baik dari segi jumlah, tersangka,
maupun nilai kerugian negara, di mana tercatat KPK hanya menangani 15 kasus
korupsi. Persentase kinerja penindakan kasus korupsi oleh KPK hanya sekitar 25
persen dari target selama semester I 2022 sebanyak 60 kasus. Hal tersebut
menunjukkan bahwa kinerja KPK masuk dalam kategori D atau Buruk.
Sebelumnya, Transparency
International mengeluarkan IPK tahunan pada tahun 2022 termasuk Indonesia.
Dalam penilaian tersebut, Indonesia mendapatkan angka 34 yang menunjukkan
penurunan empat angka dari tahun 2021 yaitu 38. Poin tersebut juga membuat
posisi IPK Indonesia melorot ke posisi 110 dari 180 negara yang pada tahun 2021
sendiri Indonesia berada di posisi 96. (tempo)