SANCAnews.id – Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo baru saja
divonis mati oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan di kasus pembunuhan
berencana terhadap Brigadir Yosua. Jejak jenderal bintang dua itu pun banyak
dikulik sejumlah media.
Salah
satunya adalah kasus kebakaran gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 22
Agustus 2020 lalu.
Menarik
ke waktu tiga tahun lalu, saat itu Ferdy Sambo menjabat sebagai Direktur Tindak
Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri. Kala itu, ia diangkat menjadi
Dirtipidum pada November 2019 saat Jenderal (Purn) Idham Aziz menjabat sebagai
Kapolri.
Pada
hari Sabtu, 22 Agustus 2020, terjadi kebakaran di Gedung Kejaksaan Agung yang
terletak di Jalan Sultan Hasanudin Dalam Nomor 1, Kramat Pela, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan.
Dari
informasi, kebakaran awalnya ada di lantai 6 gedung utama sisi utara, kemudian
menjalar ke lantai 5 dan 4.
Gedung
yang terbakar merupakan kantor Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, Biro Perencanaan
dan Keuangan, Biro Pembinaan, Intelijen, serta Biro Kepegawaian. Tidak ada
korban jiwa dalam peristiwa kebakaran itu. Dinas Penanggulangan Kebakaran dan
Penyelamatan atau Gulkarmat DKI Jakarta mengerahkan 65 unit mobil pemadam
kebakaran untuk menanggulangi si jago merah.
Polri
saat itu resmi menyatakan ada unsur pidana dalam kejadian kebakaran itu. Hingga
kemudian, Dirtipidum saat itu Ferdy Sambo mengungkapkan, ada 8 orang ditetapkan
sebagai tersangka. Mereka terdiri dari lima tukang yang merupakan buruh
bangunan berinisial S, H, T, K, dan IS, serta satu mandor bangunan berinisial
UAM. Dua lainnya yaitu RS, Dirut perusahaan pembersih lantai ilegal dan NH
sebagai Kasubbag Sarpras dan pejabat pembuat komitmen Kejaksaan Agung.
Setelah
dilakukan penyelidikan lebih lanjut, tersangka bertambah jadi 11 orang. Tiga
lainnya yaitu MD sebagai peminjam bendera perusahaan PT APM, JM selaku
konsultan pengadaan Alumunium Composite Panel (ACP) 2019 merangkap Direktur
pabrik penyedia ACP merek Seven, serta tersangka IS sebagai PPK Kejagung pada
2019.
Penyebab Kebakaran Versi Penyidik
Saat
itu, Ferdy Sambo mengatakan, api bermula di gedung utama dari Aula Biro
Kepegawaian di lantai enam. Lima tukang yang mengerjakan proyek di aula
tersebut merokok.
Kemudian
bara api dari rokok menjadi penyebab awal timbulnya kebakaran. Apalagi, kata
Ferdy, di lokasi pengerjaan proyek itu, banyak bahan-bahan mudah terbakar.
“Kami
mendalami, open flame bisa disebabkan oleh bara api atau nyala api. Kami sudah
melakukan percobaan dua kali. Tukang-tukang itulah yang menyebabkan awal api,”
kata Ferdy saat itu.
Di
proses persidangan lima pekerja atau tukang menjadi terdakwa. Di mana majelis
hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan vonis satu tahun penjara. Sementara sang
mandor yakni Uti Abdul Munir justru divonis bebas oleh majelis hakim yang
diketuai hakim Elfian.
Kesaksian Eks Napi Kebakaran Gedung Kejagung
Kekinian
salah satu eks napi kebakaran gedung Kejagung bernama Imam Sudrajat (IS)
mengungkapkan bagaimana awalnya ia dijadikan tersangka hingga berujung jadi
terdakwa dan dipenjara.
Hal
itu ia ungkapkan sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Akurat.co. Diketahui
Imam Sudrajat dan empat terpidana lainnya sudah bebas usai menjalani hukuman.
Imam
mulanya bercerita soal apa yang ia kerjakan di gedung Kejaksaan Agung sebelum
kebakaran terjadi. Kata dia, ia adalah pekerja proyek memasang wallpaper
dinding sebuah ruangan di gedung Kejagung di lantai 6.
Saat
itu ia mengaku baru bekerja di hari pertama masih tahap bongkar, belum
pemasangan. Kemudian pada sore sekitar pukul 17.00 semua pekerja pulang.
"Saya
tinggal dalam kondisi rapi, enggak ada sampah atau lainnya, cuma jam 7 malam
saya dkabari kalau ruangan yang saya kerjakan kebakaran," ujar Imam.
Singkat
cerita pada proses selanjutnya, Imam bersama empat pekerja lainnya mulai
dipanggil pihak keamanan gedung untuk ditanya-tanya. Ia kemudian dibawa ke
Polres Jakarta Selatan.
"Waktu
itu saya dulu yang ditanya, habi situ baru empat (pekerja) yang lain,"
ungkap Imam.
Dua
atau tiga hari setelah kejadian kebakaran, Imam juga sempat diperiksa tim
Inafis dari Mabes Polri. Padahal saat itu, Imam mengaku ia tengah di rumah
sakit karena sang anak hendak persiapan operasi.
"Pemeriksaan
satu bulan bisa dua kali, di Polres, Polda dan Mabes," katanya.
Lebih
lanjut Imam mengungkapkan, awalnya ia tak pernah menduga bakal jadi tersangka.
Namun kemudian ada yang mengingatkan agar hati-hati hingga akhirnya ia dan
keempat rekannya resmi jadi tersangka.
Namun
kala itu, Imam mengaku merasa biasa karena di saat bersamaan ia tengah fokus
pengobatan anaknya karena mengidap hidrosefalus di RS Fatmawati.
Imam
sepertinya sadar diri sebagai 'orang kecil' ia memilih pasrah meski sempat
terbersit ada kecurigaan atau dugaan rekayasa di kasus yang membelitnya.
"Kalau
curiga ya mau curiga ke siapa, saya bingung juga. Ya cuma bingung aja. Kalau
dibilang kaget apa gimana waktu ditetapkan tersangka perasaan biasa aja. Dalam
hati cuma "terserah kalian lah mau ngapain". Yang penting saya fokus
anak saya aja udah gitu aja, saya masa bodoh saja sama kasus ini," tutur
Imam.
Meski
demikian, Imam mengungkapkan, ia dan keempat rekannya sedih dijadikan tersangka
hingga diseret ke pengadilan. Yang memilukan baginya adalah, satu hari jelang ia
menjalani sidang perdana, sang anak meninggal dunia.
"Di
situ saya merasa bersalah dan sedih (karena anak meninggal dunia),"
katanya.
Imam
kemudian mengungkapkan kejanggalan dalam kasusnya yakni soal penyebab kebakaran
disebut karena puntung rokok pekerja. Imam merasa janggal karena pekerjaan
mereka tak ada yang berhubungan dengan api dan listrik.
Ia
juga merasa aneh kala mengingat ucapan Ferdy Sambo yang bilang CCTV hangus dan
tak bisa diputar.
"Yang
jadi pertanyaan saya, kenapa bukti hangus enggak ditampilkan di
pengadilan," katanya.
"Saya
orang buta hukum tapi yang namanya bukti harusnya dimunculkan di sidang. Ada
bukti rokok tapi rokok baru semua. Bungkusnya baru, enggak ada cacat. Botol
tinner yang ditampilin botolnya utuh, padahal botol plastik sedangkan kalengnya
aja sampai karatan. Harusnya kebakar meleleh tapi kok ini masih utuh, mulus
lagi," tutur Imam.
Meski
demikian, Imam mengaku sudah ikhlas menjalani hari-hari di penjara di kasus kebakaran
gedung Kejagung. Ia mengungkapkan, sempat menjalani hukuman penjara selama enam
bulan sejak divonis hakim pada Agustus 2021 dan dipenjara di Rutan Cipinang.
Setelah
menjalani hukuman penjara selama 6 bulan, Imam mendapat asimilasi dengan
dikenakan wajib lapor sampai Agustus 2022, baru kemudian dinyatakan bebas
murni.
Kini,
Imam telah resmi bebas dan kembali menjalani kehidupannya sebagai tukang pasang
wallpaper. Selain itu ia juga diterima bekerja sebagai pendamping siswa difabel
di daerah Parung. (suara)