SANCAnews.id – Denny Indrayana mengkritik penerbitan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja alias
Perpu Cipta Kerja.
Denny, yang menjabat Wakil
Menteri Hukum dan HAM di era Presiden SBY, menilai Presiden Jokowi telah melakukan
pelecehan atau Contempt of the Constitutional Court.
"Presiden telah melakukan
pelecehan atas putusan dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi," kata Denny
Indrayana dia dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Sabtu, 31
Desember 2022.
Denny menyimpulkan Perpu Cipta
Kerja memanfaatkan konsep kegentingan yang memaksa. Perpu ini pun menegasikan
Putusan MK Nomor 91 sebab seharusnya ketika sebuah produk hukum dinyatakan
tidak konstitusional pembuat undang-undang harus melaksanakan putusan MK tersebut.
"Bukan dengan
menggugurkannya melalui perpu," ujar Ahli Hukum Tata Negara ini.
Pada 25 November 2021, MK
memutuskan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta
Kerja cacat secara formil. Lewat Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, Mahkamah
menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta pemerintah
memperbaikinya paling lama 2 tahun.
Presiden Jokowi lantas
menerbitkan Perpu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 dengan alasan ada
kegentingan yang memaksa yakni ancaman krisis ekonomi global.
Menteri Koordinator Politik Hukum
dan Keamanan Mahfud Md. memperkuat dengan menyatakan alasan kegentingan memaksa
untuk penerbitan perpu sesuai dengan Putusan MK Nomor 38/PUU7/2009.
Menurut Denny Indrayana
seharusnya Presiden Jokowi dan DPR melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dengan
memperhatikan putusan MK. Tapi dengan penerbitan Perpu Cipta Kerja Jokowi
dianggap seolah menjawab sisi kebutuhan cepat.
"Tetapi melecehkan dan tidak
melaksanakan putusan MK," ujar Denny, yang pernah menjadi Staf Khusus
Bidang Hukum Presiden SBY.
Di Istana Negara, Presiden Jokowi
merespons kritik publik yang menyebut unsur kegentingan yang memaksa belum
terpenuhi untuk menerbitkan Perpu Cipta Kerja.
Jokowi berdalih perpu ini
diterbitkan karena ada ancaman-ancaman resiko ketidakpastian global.
"Untuk memberikan kepastian
hukum, kekosongan hukum, yang dalam persepsi para investor dalam dan luar
sebetulnya itu yang paling penting," ucao Jokowi dalam konferensi pers,
Jumat, 30 Desember 2022.
Jokowi kembali menyinggung 14
negara sudah menjadi pasien International Monetary Fund (IMF). Masih ada 28
negara lagi yang antre menjadi pasien IMF.
"Dunia sedang tidak
baik-baik saja," kata Presiden Jokowi. (tempo)