SANCAnews.id – Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti kerusuhan
yang terjadi di PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) di Morowali Utarara, Palu,
Sulawesi Tengah (Sulteng) Minggu malam, (15/1/2023). Kerusahan tersebut disebut
dengan kerusuhan Morowali.
Terkait hal itu, Rocky menyebut
ada kemiripan antara kerusuhan Morowali dengan kerusuhan Malari yang terjadi 15
Januari 1974 silam. Sama-sama terjadi di tanggal dan bulan yang sama, keduanya
juga disebabkan oleh negara Asia terkait investasi asing di Indonesia.
“Sekarang hal yang sama terjadi,
dulu itu rakyat mahasiswa buruh versus jepang, sekarang rakyat mahasiswa buruh
versus China,” ujar Rocky, dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official,
Selasa (17/1/2023).
Rocky mengatakan, kerusuhan
Morowali disebabkan oleh ketegangan modal, bukan kecemburuan etnis.
“Jadi sebetulnya bangsa ini
toleran, hanya bila terjadi ketidakadilan yang menyangkut perut maka ada
ketegangan,” kata Rocky saat berbincang bersama Hersubeno Arief.
Rocky lantas membuktikan
ungkapannya itu dengan memberi contoh kasus. Jika memang kerusuhan itu
disebabkan oleh etnis, seharusnya sejak lama sudah ada kerusuhan di kehidupan
sehari-hari masyarakat Indonesia, karena dominasi etnis China.
Namun yang terjadi hingga detik
ini adalah sebaliknya. Masyarakat justru hidup rukun dan berdampingan satu sama
lain.
Maka, menurut Rocky, pemicu
kerusuhan bisa jadi karena tenaga kerja asing (TKA) yang datang ke Indonesia
telah menggeser wilayah kekuasaan masyarakat lokal.
“Di mana-mana Pasar Parung, Pasar
Dipulir, Medan, itu Etnis China dan lokal biasa saja jualan, karena di situ
tidak ada eksploitasi, tapi begitu masuk industri strategis dan kelihatan abhwa
tenaga asing itu lebih mewah hidupnya daripada negara lokal, maka terjadi
ketegangan sosial,” kata Rocky.
Sehingga, Rocky menyebutnya
sebagai fenomena favoritisme negara oleh pemerintah terhadap para pemodal
China.
“Jadi bukan karena etnisitas,
tapi karena ketidakadilan yang disebabkan oleh favoritisme negara pemerintah
kepada modal cina,” ujarnya.
Apalagi, pada sebuah kesempatan,
Jokowi pernah menyebut bahwa tenaga kerja Indonesia umumnya kurang terampil
dalam mengelola bahan industri menggunakan teknologi canggih.
“Bahkan Pak Jokowi pernah
mengatakan, bahwa memang buruh Indonesia itu pemalas, belum pandai, atau kurang
mampu menyerap teknologi karena itu musti dibawa dari China, dan itu diingat
orang, sebagai diskriminasi,”
Padahal, lanjut Rocky, pada
kenyataanya, kedatangan para pekerja China ke Indonesia malah mengisi beragam
posisi yang sebenarnya bisa dikerjakan oleh tenaga kerja lokal (TKI) sendiri.
“Dan ternyata Pak Jokowi salah,
kalau Pak Jokowi bilang tenaga kerja China memang bermutu di bidang padat
teknologi ya kita terima itu, tapi karena Pak Jokowi mengimport tenaga kerja
yang bisa dilakukan anak-anak Indonesia lokal jadi supir, pengangkut beban, itu
yang membuat kesenjangan pendapatan dan sekaligus menjadi potensi untuk
kerusuhan sosial,” beber Rocky.
Baca Juga: Dulu Jadi Relawan
Jokowi Hingga Dua Periode, Guntur Beberkan Alasan Lebih Pilih Ganjar Buat Jadi
Presiden di 2024
“Jadi dasar Morowali itu adalah
ketidakadilan yang disebabkan oleh kebijakan yang memihak kepada tenaga kerja
asing, dalam hal ini China,” pungkasnya. (kontenjatim)