SANCAnews.id – Pengamat politik Rocky Gerung menilai, jika
pemerintah tak bergerak cepat untuk mengatasi kerusuhan di Morowali Utara,
Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), maka konflik yang awalnya merupakan konflik
sosial bisa makin parah menjadi konflik rasial.
Ada yang timpang dari adanya
pembukaan industri di sejumlah daerah, tak hanya Morowali. Umumnya, pemerintah
mengukur pencapaian industri itu melalui data statistik makro.
“Jadi sebetulnya, kita bikin
analisis bukan sekedar mengumpulkan data statistik makro untuk ditunjukkan
bahwa ini perlu investasi, bukan itu intinya,” kata Rocky, dikutip dari kanal
YouTube Rocky Gerung Official, Selasa (16/1/2023).
Padahal, kata Rocky, perusahaan
sebagai penyedia lapangan kerja dan pemerintah sebagai pihak yang mengatur
birokrasi, tak mampu memenuhi apa yang dibutuhkan rakyat.
“Akan tetapi hak rakyat untuk
melihat masa depan di daerah itu jadi terhalang, rakyat tidak melihat ada masa
depan di situ,” ujar Rocky.
Rocky lalu menyebut apa yang
dilakukan oleh pemerintah itu sama halnya memberikan ‘tempat eksklusif’ bagi
para tenaga kerja asing dan perusahaan, bukan mensejahterakan pekerja lokal.
“Dia tetep lihat bahwa ada yang
eksklusif, dan mereka menilai kenapa harus ada penjagaan dan eksklusif?,” kata
Rocky.
Hal itu yang menurut Rocky akan
membuat masyarakat berpikir bahwa tindakan-tindakan perusahaan dan pemerintah
adalah sesuatu yang jauh dari kata adil.
“Ya masyarkat mikirnya jadi gak
adil dong? nenek moyang kita dulu ada di situ, jadi pertanyaan-pertanyaan itu
tidak bisa dijawab secara teoretis,” ujar Rocky.
“Iya memang istana hanya melihat
hasil ekspor dan lain-lain, tapi itu kan tidak dirasakan oleh rakyat,”
lanjutnya.
Rocky khawatir jika
sewaktu-waktu, masyarakat yang terus menumpuk amarah pada kebijakan pemerintah
soal perizinan perusahaan asing dan regulasi tak adilnya itu bakal meledak
menjadi dendam rasial.
“Jadi semua hal itu kalau nggak diterangkan dengan mata batin lalu timbul arogansi maka diem-diem rakyat akan menumpuk dendam, nah bahayanya dendam sosial akan berubah menjadi dendam rasial,” (kontenjatim)