SANCAnews.id – Hasil kerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam
tahapan pendaftaran partai politik (parpol) calon peserta Pemilu Serentak 2024
masih tidak diterima Partai Masyumi.
Ketua Umum Partai Masyumi, Ahmad
Yani menyatakan mengambil langkah hukum lanjutan untuk menggugat KPU. Di mana
kini pihaknya melakukan uji materiil Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU)
4/2022 ke Mahkamah Agung (MA).
"Pada Selasa 6 Desember 2022
Partai Masyumi mengajukan Permohonan Hak Uji Materil di Mahkamah Agung Republik
Indonesia terhadap PKPU 4/2022," ujar Yani kepada Kantor Berita Politik
RMOL, Rabu (7/12).
Dia menjelaskan, beleid tentang
Pendaftaran, Verifikasi dan Penetapan Parpol Peserta Pemilu Anggota DPR dan
DPRD yang digugatnya tersebut memuat sejumlah aturan yang tidak mengacu pada UU
7/2017 tentang Pemilu dan UUD 1945.
"Pengujian ini bermaksud
untuk membatalkan ketentuan dalam PKPU 4/2022 khusunya mengenai Pasal 10, pasal
14, Pasal 19, Pasal 22 ayat (1), (2), (3), Pasal 25 ayat (1) dan Pasal
141," urainya.
Yani menegaskan, Partai Masyumi
menganggap bahwa belakunya ketentuan Pasal-pasal PKPU itu telah merugikan hak
konstitusionalnya untuk ikut menjadi peserta Pemilu 2024.
Pasalnya, dia memandang
pemberlakuan sejumlah norma di PKPU tersebut telah menciderai asas-asas pemilu
yang sebagaimana dituangkan dalam UUD NRI 1945 dan UU Pemilu
"Dalam PKPU tersebut
mengatur sesuatu yang tidak ada landasannya dalam UU Pemilu. Hal ini sangat
bertentangan dengan asas peraturan perundang-undangan yaitu lex superior
derogate lex inferiori," tambahnya menegaskan.
Karena itu, dia memandang PKPU
bukanlah produk legislasi, melainkan peraturan pelaksana dari UU yang ada,
karena keberadaan PKPU bukan sebagai norma, melainkan sebagai peraturan
pelaksana dan diperintahkan oleh UU yang lebih tinggi.
Salah satu contoh aturan termuat
dalam PKPU 4/2022 yang menurutnya bertentang dengan payung hukum di atasnya
adalh terkait keharusan bagi calon parpol peserta Pemilu Serentak 2024
menggunakan sistem informasi partai politik (Sipol) sebagai instrumen
pendaftaran.
"Ketentuan Pasal 10 PKPU
4/2022 (terkiat penggunaan Sipol), jelas membuat norma baru yang tidak
diperintahkan oleh UU Pemilu. Sementara KPU menjadikan sipol sebagai syarat
mutlak untuk menerima pendaftaran partai politik peserta pemilu 2024,"
tuturnya.
Lebih buruknya, lanjut Yani, PKPU
4/2022 baru diundangkan pada tanggal 20 Juli 2022, sementara akses untuk masuk
sipol dibuka pada 24 Juni 2022.
"Darimana dasar hukum Sipol
itu dijadikan sebagai instrumen sebelum keluarnya PKPU. Ini double pelanggaran,
yaitu membuat tindakan hukum di luar dari perintah peraturan perundang-undangan
dan melakukan tindakan hukum sebelum peraturan perundang-undangan itu disahkan
dan diundangkan," cetusnya.
"Peraturan apapun, baru
dapat mempunyai kekuatan hukum mengikat mengikat apabila telah diundangkan/pada
tanggal diundangkan," demikian Yani menambahkan. (*)