SANCAnews.id – Pakar hukum pers dan Kode Etik Jurnalistik, Wina
Armada menyatakan, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan
DPR tidak berlaku dalam ruang lingkup mekanisme dan pelaksanaan kemerdekaan
pers.
Pasalnya, khusus untuk
pelaksanaan kemerdekaan pers tetap hanya akan mengikuti dan patuh terhadap UU
Pers No 40 Tahun 1999.
Hal ini dikatakannya menanggapi
soal kontroversi pasal-pasal yang terkait dengan kritik terhadap pemerintah.
Salah satunya, pasal penghinaan terhadap presiden, wakil presiden, dan lembaga
pemerintahan.
Wina menegaskan, UU Pers bersifat
undang-undang yang diutamakan, sehingga semua persoalan pers diatur dan
diselesaikan dengan UU Pers itu sendiri.
“Bukan UU dan peraturan lain, termasuk
dalam hal ini, bukan pula diatur oleh KUHP yang baru disahkan,” ujar Wina,
Jumat, 9 Desember.
Mantan Sekjen pengurus PWI Pusat
itu mengingatkan, dalam UU Pers jelas disebut tidak ada satu pihak pun yang
dapat mencampuri urusan kemerdekaan pers. Termasuk menurutnya, UU KUHP.
”Tentu dalam hal ini, termasuk
KUHP yang baru disahkan tidak dapat mengatur soal kemerdekaan pers,” jelasnya.
Alumni Fakultas Hukum UI itu
mengatakan, UU Pers juga bersifat swaregulasi atau memberikan keleluasaan
kepada masyarakat pers untuk mengatur diri sendiri.
Artinya, kata Wina, sesuai UU
Pers maka segala urusan yang terkait dengan pers telah dan akan diatur sendiri
berdasar ketentuan yang disepakati oleh masyarakat pers.
“Ketentuan ini sudah diperkuat
dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu,” katanya.
Diketahui, aturan tentang
penghinaan pemerintah dan lembaga negara memiliki konsekuensi pidana yang
beragam.
Pada Pasal 240 Ayat (1) RKUHP
jika penghinaan dilakukan secara lisan dan tulisan di muka umum maka diancam
pidana maksimal 1,5 tahun atau denda kategori II.
Kemudian jika penghinaan itu
menyebabkan kerusuhan dalam masyarakat maka ancaman pidananya menjadi 3 tahun
atau denda kategori IV (maksimal Rp 200.000.000).
Ancaman hukuman itu lebih berat
jika dilakukan melalui teknologi informasi. Pasal 241 Ayat (1) mengungkapkan
penghinaan pada pemerintah dan lembaga negara melalui teknologi informasi dapat
dipidana maksimal 3 tahun penjara atau denda kategori IV.
Akan tetapi, jika penghinaan itu
membuat terjadinya kerusuhan maka pelaku dapat dikenai pidana maksimal 4 tahun,
atau denda kategori IV.
Adapun semua tindak pidana penghinaan bersifat delik aduan. Aduan bisa disampaikan melalui pimpinan pemerintah atau lembaga negara. (voi)