SANCAnews.id – Pemilu 2024 nanti
dianggap didesain untuk menghasilkan orang yang tidak berpikir, dan orang yang
hanya menagih amplop. Hal itu dikarenakan Presiden Joko Widodo melarang adanya
pembahasan politik di kampus, serta larangan berbicara politik di rumah ibadah.
Begitu
yang disampaikan oleh pengamat politik Rocky Gerung dalam video yang diunggah
di kanal YouTube Indonesia Lawyers Club (ILC) berjudul "Rocky Gerung: Di
Kepala Jokowi Politik Identitas Identik Dengan Islam" yang diunggah pada
Minggu (25/12).
Rocky
mengatakan, Presiden Jokowi dianggap tidak tahu masa lalu dan tidak tahu masa
depan. Rocky pun mengulas soal masa depan dan menyoroti pernyataan Presiden
Jokowi soal pemilu yang bermutu.
"Bagaimana
pemilu bisa bermutu? Ada pertengkaran pikiran di dalam kampanye, itu intinya
tuh. Seorang pemimpin, dia harus mampu untuk menghasilkan konsep yang
visioner," ujar Rocky seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Minggu
malam (25/12).
Konsep
visioner kata Rocky, dimungkinkan dihasilkan di perguruan tinggi dengan adanya
"pertengkaran" di kampus.
"Tetapi,
kata Pak Jokowi, jangan bawa politik ke kampus. Dia nggak ngerti masa depan
artinya. Masa depan itu adalah gagasan, pikiran. Kampus dilarang untuk
memperdebatkan politik, lalu di mana kualitas perdebatan itu? Nggak ada,"
kata Rocky.
Selain
itu kata Rocky, seseorang tidak cukup hanya dengan intelektualitas, akan tetapi
juga harus punya moralitas. Untuk menguji moralitas itu kata Rocky, hanya bisa
dilakukan di rumah ibadah.
"Tapi
nggak boleh menguji presiden di rumah ibadah. Jadi, Pak Jokowi mau bilang,
pemimpin ke depan itu nggak perlu intelektualitas, nggak perlu moralitas, cukup
elektabilitas, nah itu urusannya Qodari, survei aja. Jadi, pemimpin kita hasil
survei, bukan hasil pertengkaran akademis, bukan hasil morality," jelas
Rocky.
Dengan
demikian, Rocky menganggap bahwa, pemilu nantinya dipastikan tidak bermutu
karena hal tersebut. Apalagi, massa kampanye nantinya hanya sekitar 75 hari,
yang membuat setiap partai hanya memiliki waktu 4,5 hari untuk berkampanye.
"Apa
yang mau diharapkan dari pertukaran pikiran selama 4,5 hari? Yang diharapkan
adalah amplop, rakyat nunggu amplop. Jadi, pemilu ini didesain untuk
menghasilkan orang yang tidak berpikir, dan orang yang hanya menagih amplop.
Itu intinya," pungkas Rocky. (*)