SANCAnews.id – Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri
(Mendagri) Tito Karnavian diminta untuk taat UU berlaku. Keduanya juga harus
malu setelah cucu Wakil Presiden pertama RI Mohammad Hatta yang menggugat ke
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) soal Penjabat (Pj) kepala daerah.
Direktur Gerakan Perubahan,
Muslim Arbi mengatakan, kepala daerah harus dipilih, bukan ditunjuk, sesuai
dengan UUD 1945 Pasal 18 Ayat 4, juga sesuai dengan UU 32/2004.
"Kepala daerah dipilih
sesuai konsitusi adalah ciri negara hukum, Rechtstaat. Kepala daerah ditunjuk
adalah ciri negara kekuasaan, Machtstaat. Penunjukan kepala daerah oleh Presiden
atau mendagri itu bertentangan UU, harus dibatalkan," ujar Muslim kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (4/12).
Karena kata Muslim, hal tersebut
mencerminkan kemunduran negara demokrasi. Untuk itu, PTUN didesak untuk
menerima gugatan dari cucu M. Hatta, Gustika Fardani Jusuf yang menggugat
Presiden Jokowi mengenai pelantikan 88 Pj kepala daerah.
"Sebagai aktivis Gerakan
Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu, mendesak presiden dan mendagri
membatalkan sejumlah kepala daerah yang telah ditunjuk itu. Saya dukung gugutan
pembatalan Cucu Bung Hatta dan para pihak yang menggugat itu," kata
Muslim.
Muslim mendesak agar PTUN
mengabulkan gugatan tersebut dan mengembalikan sistem kepemimpinan kepala
daerah sesuai dengan amanat konstitusi.
"Agar kita kembali ke
negara-negara demokrasi. Demokrasi jangan hanya jargon belaka jika kepala
daerah ditunjuk pusat. Penunjukan itu sewenang-wenang dan menciderai kedaulatan
rakyat di daerah," tegas Muslim.
Selain itu, Muslim menilai,
penunjukan Pj kepala daerah juga cerminan anti demokrasi dan bisa jadi
penunjukan Pj kepala daerah mengandung muatan kepentingan politik jangka pendek
presiden dan mendagri.
"Presiden dan mendagri harus
hati-hati terhadap gugatan yang diinisiasi oleh cucu Proklamator tersebut.
Presiden dan mendagri harus taat UU dan hindari kesewenang-wenangan dan harus
malu terhadap Cucu Bung Hatta tersebut," pungkas Muslim. *