SANCAnews.id – Publik tidak akan segan memberikan gelar kepada
Presiden Joko Widodo sebagai "Raja Utang" lantaran utang Indonesia
semakin membengkak dan tidak terbentung. Kini angka utang bahkan sudah melebihi
30 persen PDB saat ini.
Direktur Pusat Riset Politik,
Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam mengatakan, utang yang
semakin membengkak membuat publik menganggap bahwa Presiden Jokowi kurang ajar
dengan mengkhianati perjuangan Soekarno yang anti imperialisme dan
kolonialisme.
"Soekarno sangat jelas
menolak adanya dominasi asing di Indonesia, sampai-sampai menyatakan secara
terbuka penolakannya terhadap membanjirnya dolar di Indonesia," ujar
Saiful kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (25/12).
Kondisi tersebut kata Saiful,
berbeda dengan saat ini, di mana utang pada era pemerintahan Jokowi semakin
membengkak, maka hal tersebut sangat bertolak belakang dengan garis perjuangan
Soekarno yang anti-asing.
"Tidak hanya itu, jumlah
utang yang besar juga dapat dikatakan mengkhianati keinginan dan aspirasi
rakyat yang menginginkan adanya utang semakin berkurang bahkan dapat segera
diselesaikan," kata Saiful.
Dengan kondisi itu kata akademisi
Universitas Sahid Jakarta ini, maka apabila dihubungkan dengan PDB Indonesia,
maka sudah tentu utang per 30 November sebesar Rp 7.554,25 triliun sudah
melebihi 30 persen dari PDB saat ini.
"Ini tentu sangat berbahaya
bagi bangsa dan negara," tegas Saiful.
Karena kata Saiful, semakin
banyaknya utang, maka akan semakin membebani masyarakat yang pada akhirnya
harus menanggung bebang utang yang diwariskan oleh pemerintahan Jokowi.
"Dengan kondisi itulah maka
bisa jadi publik tidak segan-segan untuk memberikan gelar kepada Jokowi sebagai
‘Raja Utang’ karena nilainya yang terus tidak terbentung bahkan melebihi 30
persen PDB saat ini," pungkas Saiful. (*)