SANCAnews.id – Sosok Irjen Andi Rian Djajadi belakangan mendapat
kritikan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) dan
Indonesian Police Watch (IPW). Musababnya, Kapolda Kalimantan Selatan itu
terseret dalam kasus pemerasan hingga dirinya disebut tak profesional lantaran
menjalankan tugas yang kini bukan menjadi wewenangnya.
Peneliti ISESS, Bambang Rukminto,
mengatakan gaya hidup hedon Andi Rian Djajadi menguatkan asumsi soal dirinya
yang tersangkut dugaan pemerasan terhadap pelapor kasus penipuan Richard Mille
Tony Sutrisno.
"Kalau kemudian dia
terseret-seret dengan isu pemerasan, pada akhirnya yang muncul adalah
pembenaran asumsi tersebut. Bahwa pungli, pemerasan, dan lain-lain itu untuk
menutupi biaya hidup hedon," kata Bambang dalam keterangan tertulis di
Jakarta, Senin (5/12).
Bambang menilai persoalan gaya
hidup Andi Rian cukup serius karena sempat menjadi sorotan Presiden Joko
Widodo. Selain itu, Bambang juga tak habis pikir dengan pengangkatan Andi Rian
sebagai Kapolda Kalimantan Selatan. Promosi jabatan untuk jenderal bintang dua
itu dipertanyakan mengingat tugas dia sewaktu memimpin penanganan kasus Ferdy
Sambo masih menyisakan banyak persoalan.
Bambang lantas menyebut fenomena
Andi Rian ini merupakan bukti kegagalan manajemen SDM Polri.
"Saya sampaikan promosi Andi
Rian sebagai kegagalan managemen SDM di tubuh Polri. Penyelesaian kasus Sambo
yang menjadi salah satu tanggung jawabnya juga belum bisa dikatakan tuntas 100
persen, tetapi kenapa tiba-tiba dipromosikan lebih dulu," katanya.
Kontroversi Andi Rian usai dirinya
dipercaya memimpin keamanan di Kalimantan Selatan tak berhenti di situ.
Belakangan Ketua IPW Sugeng Teguh Santosa mendesak Kapolri Jenderal Listyo
Sigit Prabowo agar mencopot Andi Rian dari jabatan Kapolda.
Alasan Sugeng cukup mengejutkan.
Berdasarkan fakta yang diungkap IPW, Andi Rian kedapatan pernah menandatangani
Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dengan membawa nama Direktur Tindak
Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri pada kasus pemalsuan surat yang
melibatkan Simon Tabalujan sebagai tersangka.
Pada saat yang sama, kata Sugeng,
Andi Rian sudah menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Selatan. Andi Rian dilantik
menjadi Kapolda Kalimantan Selatan pada 18 Oktober 2022 dan serah terima
jabatan pada 20 Oktober 2022.
Kemudian ia menandatangani SP3
itu menggunakan jabatan Dirtipidum pada 8 November 2022.
"Kenyataan ini terlihat
nyata dalam surat Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Direktorat Tindak
Pidana Umum nomor: B/1070/XI/2022/Dittipidum tertanggal 8 November 2022 yang
ditujukan kepada Jaksa Agung. Perihalnya tentang Pemberitahuan Penghentian
Penyidikan,” kata Sugeng.
Sugeng menilai langkah Andi Rian
itu melanggar profesionalitas alias bentuk penyalahgunaan wewenang. Konsekuensi
dari tindakan tersebut, menurut dia, membuat Andi Rian layak untuk dicopot.
"IPW mendesak Kapolri
Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolda Kalsel Irjen Andi Rian Djayadi
atas dasar ketidakprofesionalan dan dugaan penyalahgunaan wewenang yang
dilakukannya," katanya.
Hingga berita ini ditulis, Andi
Rian Djajadi belum memberikan tanggapan terkait kritik terhadap pengangkatan
dirinya sebagai Kapolda Kalimantan Selatan hingga desakan pencopotan dari
jabatan tersebut. (rmol)