SANCAnews.id – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyampaikan
perkembangan terakhir Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga
(RUU PPRT). Diketahui, penyusunan RUU telah selesai dan kini hanya tinggal
menunggu pengesahan menjadi hak inisiatif DPR.
Wakil Ketua Baleg DPR, Willy
Aditya mengatakan, rapat pleno sudah dilakukan pada Juli 2020. Dalam rapat
tersebut, sebanyak tujuh fraksi mendukung dan dua fraksi menolak. Melalui
kesepakatan mayoritas fraksi mendukung, Willy menekankan RUU PPRT hanya tinggal
menunggu pengesahan di rapat paripurna.
"Tapi setidak-tidaknya itu
tinggal diparipurnakan saja sebagai hak inisiatif DPR," kata Willy di
Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/11/2022).
Ia berujar, pembahasan RUU PPRT
memang sudah final. Posisinya saat ini hanya menunggu keinginan dari pimpinan
DPR untuk membawa RUU PPRT ke rapat paripurna.
Padahal melihat sikap pemerintah
menyikapinya dengan membentuk gugus tugas percepatan pembahasan RUU PPRT,
menurut Willy seharusnya tidak ada alasan lagi bagi DPR untuk menunda
pengesahan.
Pemerintah melalui perwakilannya
yang ditemui Willy, yakni Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah dan Wakil
Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej, sudah menyatakan siap dan
sanggup membahas bersama RUU PPRT.
"Toh pemerintah hari ini
sudah buat gugus tugas. Harusnya pimpinan DPR cukup arif dan bijaksana melihat kode
keras dari pemerintah seperti itu," kata Willy.
Pimpinan DPR Ogah Buru-buru
Terpisah, Ketua DPR RI Puan
Maharani menyiratkan pihaknya enggan tergesa-gesa untuk mengesahkan RUU PPRT
sebagai hak inisiatif DPR.
Puan mengatakan, DPR ingin
melihat dan memastikan lebih dulu masukan dan keinginan dari publik.
"Apakah ini sudah menjadi
satu hal yang sudah urgen? Karena daripada kita terburu-buru, kemudian
memasukkan satu undang-undang dalam Prolegnas kemudian mandek di tengah
jalan," kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (1/11/2022).
Puan tidak ingin RUU PPRT
bernasib serupa RUU lain yang dalam perjalannya mengalami mandek. Ia ingin
memastikan DPR sudah benar-benar matang dalam menampung aspirasi publik serta
melakukan sosialisasi.
Puan juga mengingatkan untuk
tetap menggunakan skala prioritas dalam setiap penyusunan dan pembahasan RUU.
"Jadi itu yang akan
dilakukan di masa sidang yang akan datang, yang dimulai dari masa sidang saat
ini dalam pembahasan Prolegnas yang akan datang. Kita lihat dulu kebutuhan dan
usulan prioritas dari setiap komisi yang akan dimasukkan," ujar Puan.
Komitmen Pemerintah
Kekerasan terhadap PRT dari tahun
2017 hingga 2022 terkait dengan kekerasan ekonomi seperti upah tidak dibayar
dan/atau upah dipotong.
Dari 2.637 PRT yang melaporkan
kasus kekerasan pada periode yang sama, sebanyak 1.027 kasus di antaranya
menyangkut kekerasan fisik, 1.382 kasus menyangkut kekerasan psikis, 831 kasus
menyangkut kekerasan seksual dan 1.487 kasus terkait dengan tindak perdagangan
orang oleh agen penyalur.
Karena itu RUU PPRT tidak hanya
menjadi pengakuan dan perlindungan bagi PRT, namun juga menjadi implementasi
fungsi pemerintah dalam hal pembinaan dan pengawasan pekerja. (suara)