SANCAnews.id – Pakar hukum tata negara
Refly Harun menyoroti pemecatan mantan Karo Paminal Propam Polri Brigjen Hendra
Kurniawan buntut dari kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Brigjen Hendra
Kurniawan dijatuhi sanksi Pemecatan Tidak Dengan Hormat usai pegelaran sidang
kode etik, Senin (31/10/2022), ini disampaikan Kadiv Humas Polri Irjen Dedi
Prasetyo.
Hendra Kurniawan
didakwa memerintahkan anak buahnya melakukan penyisiran CCTV di rumah dinas
Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua.
Lantaran hal
ini, ia terkena Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 ayat (1) juncto
Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider
Pasal 221 ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.
Refly Harun
menyebut bahwa berdasarkan teoritis, jika anggota kepolisian yang melanggar
terkena pidana, maka secara otomtasi akan terkena etik.
"Jadi ada
juga dimensi pidananya, jadi secara teoritis yang namanya sanksi pidana kalau
mereka kena pidana berarti kena etik juga," ucapnya dikutip dari YouTube
Refly Harun, Selasa (1/11).
"Tapi kalau
dia kena etik belum tentu kena pidana, jadi tidak setiap pelanggaran etik itu
adalah pelanggaran pidana, tapi semua pelanggaran pidana adalah pelanggaran
etik," sambungnya.
Refly Harun
menduga bahwa pemecatan Hendra Kurniawan merupakan mubahalah Habib Rizieq
Shihab (HRS) terkait pembantaian 6 anggota laskar FPI di KM 50.
"Jadi
sekali lagi ini menunjukkan bahwa jangan-jangan ya mubahalah HRS itu ya satu
demi satu akan terjadi ya terungkap," ungkapnya.
"Karena dia
mendoakan siapapun yang terlibat dalam KM 50 itu mendapatkan katakanlah
balasannya yang setimpal, tapi kita tidak tahu," tandasnya.
Sekadar
informasi, Hendra merupakan salah satu polisi yang hadir dalam konferensi pers
kasus KM 50, namun keterlibatannya dalam kasus ini terkait CCTV tidak
diketahui. (wartaekonomi)