SANCAnews.id – Analog Switch Off (ASO) membuat Hary Tanoesoedibjo
dan Mahfud MD tegang. Kedua tokoh yang berada di barisan pemerintah itu
akhirnya saling ancam.
Ketegangan bermula saat Mahfud
mencabut izin stasiun radio atau ISR untuk RCTI, Global TV, Global TV, MNC TV,
iNewsTV, ANTV pada 2 November 2022.
“Semua cukup berjalan efektif,
hanya ada beberapa televisi swasta yang sampai sekarang ‘tidak mengikuti’ atau
‘membandel’ atas keputusan pemerintah ini. Yaitu RCTI, Global TV, Global TV,
MNC TV, iNewsTV, ANTV dan tadi juga terpantau TV One, serta Cahaya TV,” ujar
Mahfud melalui siaran YouTube Kemenko Polhukam, Kamis, 3 November 2022.
Padahal, kata Mahfud, di dalam
Undang-Undang sudah dicantumkan soal kebijakan resmi pemerintah tersebut. “Itu
pun sudah dimusyawarahkan melalui koordinasi berkali-kali dengan pembagian
tugas,” lanjutnya.
Pengumuman Mahfud MD tersebut
membuat bos MNC Group, Hary Tanoesoedibjo panas. Usai pengumuman Mahfud
mengenai ancaman pencabutan izin stasiun radio itu, Hary Tanoe langsung
menyebarkan siaran pers yang menyatakan MNC Group terpaksa mematikan siaran TV
analognya.
“Mohon maaf kepada pemirsa RCTI,
MNCTV, GTV, dan iNews se-Jabodetabek, karena adanya ancaman Menko Polhukam
Bapak Mahfud MD untuk mematikan siaran analog di wilayah Jabodetabek, maka kami
sangat terpaksa menuruti ancaman tersebut, meskipun masih tidak paham dengan
landasan hukum yang dipakai,” tutur Hary Tanoe melalui postingan di akun
Instagramnya yang telah terverifikasi @hary.tanoesoedibjo, Jumat, 4 November
2022.
Ia menyatakan ASO merugikan
masyarakat di Jabodetabek. Ia menyebut kerugian yang dialami masyarakat bisa
mencapai 60 persen. Sebab, masyarakat tidak lagi bisa menikmati tayangan
televisi seperti sediakala dan mesti membeli set top box (STB).
Di sisi lain, Hary Tanoe
menganggap kebijakan ASO bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
91/PUU-XVII/2022 tentang omnibus law.
Salah satu petitum dalam putusan
itu menyebut menangguhkan tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan
berdampak luas serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru
berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Atas dasar itu, Hary Tanoe
mengajukan langkah hukum menghadapi kebijakan ASO itu. Sebab, dia berpendapat,
saat ini ASO hanya berlaku di wilayah Jabodetabek dan tidak dilaksanakan
serentak di seluruh wilayah siaran nasional, ini menurutmya membuktikan
keputusan MK benar adanya dan diakui oleh Kominfo.
“Ini artinya keputusan ASO
terbatas di wilayah Jabodetabek bukan perintah Undang-Undang, tapi adalah
keputusan dari Kominfo semata,” ucap Hary Tanoe.
Tuntutan pidana dan perdata yang
akan diajukan MNC Group, kata Hary yang juga ketua umum Partai Perindo itu,
ditempuh demi memperoleh kepastian hukum. Ia juga berdalih langkah hukum
dilakukan atas kepentingan masyarakat luas.
Terkait argumen Hary Tanoe,
Mahfud MD menganggap salah kaprah jika putusan Mahkamah Konstitusi terhadap UU
Cipta Kerja yang dijadikan landasan argumen. Sebab, kebijakan ASO sudah lebih
dulu ditetapkan sebelum MK mengumumkan putusan terhadap UU Cipta Kerja.
“MK enggak batalkan itu. Jadi
kita siap berdebat soal itu. Putusan MK diketok sesudah kebijakan tentang ASO
ini sudah jadi kebijakan. Jadi ini bukan kebijakan baru,” ujar Mahfud.
Terbaru, Mahfud MD memperingatkan
Hary Tanoe untuk tak mencari masalah hukum terkait kebijakan migrasi TV analog
ke TV digital atau analog switch off (ASO).
“Gimana, sih, masyarakatnya tidak
ribut, kok sebagian pemilik TV yang ribut? Kita ini prorakyat kok. Ayolah
bekerja sama untuk kepentingan rakyat saja. Tak usah menggaruk-garuk kulit yang
tidak gatal,” sindir Mahfud.
“Jangan mencari-cari masalah
hukum untuk menyalahkan, karena kalau mau mencari-cari saya bisa dapat duluan,”
lanjut mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu. (herald)