SANCAnews.id – Kerusuhan mematikan di Stadion Stadion Kanjuruhan
Malang pada Sabtu (1/10) tidak saja menyulut kepedihan mendalam bagi rakyat
Indonesia, tetapi juga dunia. Bahkan Amnesty Internasional ikut menyoroti kasus
tersebut, terutama pada penggunaan gas air mata.
Dalam situs resminya, Direktur
Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid pada Minggu (2/10)
mengatakan gas air mata hanya digunakan untuk membubarkan massa saat metode
lain gagal.
“Gas air mata hanya boleh
digunakan untuk membubarkan massa ketika kekerasan meluas dan ketika metode
lain gagal. Orang-orang harus diperingatkan bahwa gas air mata akan digunakan
dan dibiarkan menyebar,” katanya.
Ia menegaskan bahwa penggunaan
gas air mata tidak boleh ditembakkan di ruang terbatas.
"Pedoman keselamatan stadion
FIFA juga melarang membawa atau menggunakan 'gas pengendali massa' oleh petugas
lapangan atau polisi," lanjutnya.
Lebih dari 125 orang tewas saat
kerusuhan berujung maut terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang dan ratusan
lainnya luka-luka. Usman Hamid mengatakan penyesalannya dan duka cita terdalam.
“Kami menyampaikan belasungkawa
yang sedalam-dalamnya kepada keluarga para korban. Tidak ada yang harus
kehilangan nyawa mereka di pertandingan sepak bola,” katanya.
Itu adalah tragedi terbesar dalam
sejarah sepak bola. Usman Hamid meminta agar segera dilakukan penyelidikan
mendalam, terutama sekali lagi, tentang bagaimana batas penggunaan gas air mata
digunakan dalam tragedi tersebut.
“Kami meminta pihak berwenang
untuk melakukan penyelidikan cepat, menyeluruh, dan independen terhadap
penggunaan gas air mata di stadion dan memastikan bahwa mereka yang terbukti
melakukan pelanggaran diadili di pengadilan terbuka dan tidak hanya menerima
sanksi internal atau administratif,” katanya.
Polisi diharapkan meninjau
kembali kebijakan penggunaan gas air mata dan 'senjata yang tidak terlalu
mematikan'. Sungguh mengenaskan bila aparat yang seharusnya menjadi pelindung
justru menjadi penyebab kematian.
“Hilangnya nyawa ini tidak bisa
dibiarkan begitu saja. Polisi sendiri telah menyatakan bahwa kematian terjadi
setelah polisi menggunakan gas air mata pada kerumunan yang mengakibatkan
penyerbuan di pintu keluar stadion,” lanjut Hamid, memastikan agar tragedi yang
memilukan seperti itu tidak akan pernah terjadi lagi.
Sabtu (1/10) pertandingan sepak bola antara Arema dan
Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, berakhir dengan kekalahan
bagi Arema, yang menyulut puluhan suporter Arema menyerbu lapangan dan menyerang
pemain serta polisi.
Dari video yang beredar, polisi
telah berupaya membubarkan kerusuhan. Suporter yang turun ke lapangan, diusir
dan diperintahkan untuk meniggalkan lapangan.
Ratusan orang berlarian ke arah
tribun. Polisi kemudian menembakkan gas air mata ke tribun penonton.
Kapolda Jawa Timur Inspektur.
Jenderal Nico Afinta mengatakan kepada pers bahwa gas air mata menyebabkan para
pendukung menuju ke satu pintu keluar.
Komite Hak Asasi Manusia PBB
dalam Komentar Umum 37 telah menguraikan dengan jelas mengenai penggunaan
kekuatan yang harus dipatuhi dengan ketat.
Penggunaan gas air mata hanya
akan proporsional dalam menanggapi insiden kekerasan yang meluas, dan hanya jika
metode lain untuk membubarkan majelis telah gagal atau akan gagal.
Jenis peralatan yang digunakan
untuk membubarkan kerusuhan harus dipertimbangkan dengan hati-hati dan
digunakan hanya jika diperlukan, proporsional dan sah.
Peralatan kepolisian dan keamanan,
seperti gas air mata, yang sering digambarkan sebagai senjata yang "kurang
mematikan" dapat mengakibatkan cedera serius dan bahkan kematian.
Penggunaan kekerasan berdampak
langsung pada hak untuk hidup, seperti tercantum dalam Pasal 6 Kovenan Internasional
Hak Sipil dan Politik yang wajib dipatuhi.
Oleh karena itu, penggunaan
kekuatan tunduk pada perlindungan hak asasi manusia yang ketat sebagaimana
diatur dalam Kode Etik PBB untuk Pejabat Penegak Hukum (1979) dan Prinsip Dasar
PBB tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Pejabat Penegak Hukum
(1990).
Penggunaan kekuatan oleh aparat
penegak hukum di Indonesia diatur lebih lanjut oleh Peraturan Kapolri tentang
Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Polisi (No. 1/2009).
Amnesty International memahami
situasi yang kompleks yang sering dihadapi oleh para pejabat penegak hukum
ketika menjalankan tugas mereka. Untuk itu,
mereka harus memastikan penghormatan penuh atas hak untuk hidup dan
keamanan semua orang, termasuk mereka yang dicurigai melakukan kejahatan.
(rmol)