SANCAnews.id – Proyek Kereta Cepat
Jakarta-Bandung sampai saat ini belum juga kelar pembangunannya. Masalah muncul
satu per satu dari pembangunan mega proyek yang dikerjasamakan dengan China
ini.
Salah satunya
adalah pembengkakan biaya berkali-kali, hingga molornya pengerjaan konstruksi
yang sampai saat ini pun tak kunjung selesai.
Proyek ini pun
mulai disebut sebagai proyek yang mubazir di tengah masyarakat. Ekonom Center
of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan proyek ini
memang mubazir. Dia menilai dampak ekonomi proyek ini tak sebanding dengan
modal yang dikeluarkan.
Belum lagi, ke
depannya proyek ini jelas memberikan beban kepada APBN, bahkan untuk BUMN yang
ditugaskan untuk menangani proyek ini.
"Proyek
kereta cepat memang mubazir. Ini pelajaran agar mega proyek infrastruktur harus
hati-hati, jangan mendorong proyek besar tapi dampaknya nggak sebanding.
Apalagi dibiayai pinjaman. Ini pun berisiko ke keuangan BUMN yang ditugaskan
dan juga APBN," ujar Bhima kepada detikcom, Jumat (14/10/2022).
Bhima
mengatakan, ke depannya APBN akan terus menerus terbebani proyek ini. Mulai
dari untuk subsidi layanan kereta cepat, hingga sibuk menyuntik modal agar BUMN
yang menangani proyek ini bisa membayar utang ke pihak China.
Belum lagi,
untuk sisa konstruksi yang dilakukan, biaya yang dikeluarkan mungkin akan
bertambah. Apalagi dengan adanya pelemahan nilai tukar rupiah dan di saat yang
sama kenaikan harga bahan baku.
"Ini jelas
jadi beban bagi BUMN dan negara, APBN pun mau tak mau harus terus melakukan
suntikan," kata Bhima.
Di sisi lain,
Pakar Transportasi Institut Studi Transportasi (Instran) Darmaningtyas
menyatakan proyek ini belum tentu mubazir. Hanya saja, Darmaningtyas menegaskan
proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sudah pasti tidak akan optimal.
"Jangan
bilang mubazir lah, tapi memang ini kurang optimal. Kalau mubazir itu sia-sia.
Ini tidak sia-sia sekali tapi kurang optimal," sebut Darmaningtyas ketika
dihubungi detikcom.
Proyek ini
tidak optimal karena sudah banyak sekali alternatif transportasi dari Jakarta
ke Bandung. Mulai dari kereta hingga perjalanan darat. Apalagi, dalam waktu
dekat, Darmaningtyas menyatakan perjalanan akan makin mudah dan cepat dari
Jakarta ke Bandung dengan pembangunan tol baru Jakarta-Cikampek 2.
"Kalau Tol
Cikampek 2 telah usai terbangun maka akan memperpendek jarak tempuh Jakarta-Bandung
dengan menggunakan mobil pribadi, maka mereka yang bermobil pasti akan lebih
suka Jakarta-Bandung dan sebaliknya dengan menggunakan mobil pribadi,"
sebut Darmaningtyas.
Di sisi lain,
biaya proyek kereta cepat juga terus membengkak. Terakhir, perkiraan bengkak
proyek tersebut sesuai dengan peninjauan BPKP sebesar US$ 1,17-1,9 miliar. Maka
maksimal biaya kereta cepat bila ditotal dengan jumlah pembengkakan bisa
mencapai US$ 7,97 miliar atau sekitar Rp 119 triliun (kurs Rp 15.000).
Nah menurut Darmaningtyas
biaya sebesar itu belum tentu bisa balik modal. Karena biaya operasi yang besar
membuat semua pemasukan akan habis. Malah justru pemerintah ujungnya yang akan
mensubsidi besar-besaran untuk operasional kereta cepat.
"Saya mau
soroti, dari biaya investasi yang besar tersebut adalah belum tentu balik,
karena pemasukan dari tiket dan iklan untuk menutup biaya operasi saja tidak
mungkin mencukupi, sehingga memerlukan subsidi dari pemerintah," ungkap
Darmaningtyas.
"Jadi
beban APBN ke depan adalah untuk mengembalikan biaya investasi yang mencapai Rp
100 triliun lebih itu dan subsidi untuk operasional," sebutnya. (dtk)