SANCAnews.id – Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Menkumham), Yusril Ihza Mahendra, menyayangkan proses hukum yang tidak selesai
tentang tudingan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dia memprediksi
isu tersebut akan terus menjadi bahan gunjingan politik.
Sebagai informasi, Bambang Tri
Mulyono mencabut gugatan ijazah palsu Jokowi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta
Pusat pada Kamis, (27/10/2022). Di saat yang sama, polisi menahan Bambang atas
dugaan kasus ujaran kebencian dan penistaan agama. Tak hanya ditangkap, Bambang
juga ditetapkan sebagai tersangka.
Dengan dicabutnya gugatan
tersebut, Yusril mempertanyakan apakah ijazah Jokowi, mulai SD, SMP, SMA dan
UGM yang dijadikan syarat Jokowi maju ke pemilihan presiden (Pilpres), asli
atau palsu, akhirnya tidak pernah terbukti dan diputuskan oleh pengadilan.
"Padahal putusan hukum yang
inkracht van gewijsde dan menyatakan ijazah Jokowi asli atau palsu sangat
penting, bukan saja untuk mengakhiri kontroversi politik mengenai soal itu,
tetapi juga sangat penting untuk kepastian hukum, agar kasus kontroversial ini berakhir
dengan jelas. Kalau tidak, kasus ini selamanya akan menggantung dan menjadi
gunjingan politik tanpa henti," tulis Yusril dalam keterangannya yang
diterima Populis.id, Sabtu (29/10/2022).
Pakar hukum tata negara tersebut
menilai selama ini yang dilakukan kedua pihak hanya membangun opini bukannya
memberi bukti hukum.
Dari pihak yang pro, yakni
simpatisan Jokowi, kata Yusril, mereka ramai-ramai menyatakan jadi
"saksi" ijazah Jokowi asli. Sedangkan dari pihak penggugat dan
oposisi, mereka tidak pernah berhenti menggunakan media untuk melancarkan
serangan Jokowi adalah "penipu" dan "ijazahnya palsu"
dengan sejumlah bukti versi mereka.
Meski demikan, menurut Yusril,
semua pernyataan itu hanyalah bagian dari pembentukan dan penggalangan opini
belaka. Dari sudut hukum, lanjutnya, semua pernyataan itu tidak ada bobot dan
nilainya, kecuali keterangan tersebut diucapkan di bawah sumpah dalam sidang
pengadilan yang terbuka untuk umum.
Ia pun menilai, alasan sulit
mengumpulkan bukti-bukti untuk dibawa ke persidangan karena Bambang sedang
dalam tahanan dan sulit ditemui, terkesan aneh.
"Pengacara yang bekerja
secara profesional tentu telah mengumpulkan semua bukti yang membuatnya 'haqqul
yaqien' akan memenangkan gugatan sebelum mendaftarkan gugatan ke pengadilan,"
ucap Yusril.
"Mereka pasti tahu ketentuan
hukum acara perdata: siapa mendalilkan harus membuktikan dalilnya. Bukan Jokowi
dan para pengacaranya yang harus membuktikan ijazah Jokowi asli dan tidak
palsu. Bambang dan para pengacaranyalah yang harus membuktikan bahwa ijazah
Jokowi mulai SD sampai UGM adalah palsu," sambungnya.
Kemudian Yusril pun
mempertanyakan, "apakah penahanan Bambang hanya sebagai alasan untuk
mencabut perkara ataukah memang sedari awal para pengacaranya tahu bahwa
bukti-bukti yang akan dihadirkan di sidang nantinya kurang meyakinkan?
tanyanya.
Di sisi lain, Yusril menyayangkan
langkah kepolisian yang memproses hukum Bambang setelah gugatan ijazah palsu
Jokowi didaftarkan ke PN Jakarta Pusat. Padahal menurutnya, biarkan persidangan
berlangsung dan kita nanti putusan pengadilan apakah ijazah Jokowi palsu atau
tidak.
Ia juga mengaku kecewa dengan
para pengacara Bambang yang tidak mengemukakan alasan karena kliennya ditahan
sulit mengumpulkan bukti-bukti dan kemudian mencabut gugatan. Sebagai
pengacara, mestinya mereka memberi advis kepada Bambang agar meneruskan
gugatan.
Begitu pula Jokowi, kata Yusril,
hukum sesungguhnya adalah mekanisme untuk menyelesaikan konflik secara adil,
damai dan bermartabat. Kita tidak perlu berkelahi di jalanan atau saling
serang-menyerang di media sosial tanpa kesudahan.
"Bawa persoalan itu ke
pengadilan dan biarkan hakim memberikan putusan yang adil. Beri dukungan kepada
pengadilan untuk bersikap demikian, jangan ditekan-tekan apalagi
diintimidasi," jelasnya. (populis)