SANCAnews.id – Irjen Teddy Minahasa Putra membeberkan secara rinci
terkait dengan persoalan narkoba yang menerpa dirinya.
Dalam keterangan yang diterima
redaksi, Jumat (14/10), jenderal bintang dua yang sesaat ditunjuk sebagai
Kapolda Jawa Timur ini merunut kronologi hingga akhirnya ditangkap Propam
Polri.
Teddy mengaku bahwa dirinya
tengah menjalani suntik lutut, spinal dan engkel kaki di Vinski Tower lalu
dibius total oleh dokter.
Kemudian, besoknya, Kamis
(13/10), Teddy mengaku menjalani tindakan perawatan akar gigi di RS Medistra,
dan juga dilakukan bius total selama 3 jam.
“Pada Kamis (13/10) sepulang dari
RS Medistra, saya langsung ke Divpropam Mabes Polri untuk mengklarifikasi
tuduhan bahwa saya 'membantu' mengedarkan narkoba, kemudian jam 19.00 saya
diambil sampel darah dan urine. Ya pasti positif karena dalam obat bius
(anastesi) terkandung unsur narkoba,” beber Teddy.
Lalu untuk tudingan pengedar
Teddy menjelaskan bahwa Polres Kota Bukittinggi mengungkap kasus narkoba
sebesar 41,4 kg.
Pemusnahan barang bukti dilakukan
pada tanggal 14 Juni 2022.
Teddy membenarkan, pada proses
pemusnahan barang bukti ini, Kapolres Kota Bukittinggi beserta orang dekatnya
melakukan penyisihan barang bukti narkoba tersebut sebesar 1 persen untuk
kepentingan dinas.
Terkait dengan itu, Teddy
mengatakan kalau pada 20 Oktober nanti Kapolres Kota Bukittinggi terkena
mutasi, dipindahkan ke biro logistik Polda Sumbar.
Kata Teddy, hal itu membuat
kekecewaan yang mendalam oleh Kapolres Kota Bukittinggi saat itu, karena ekspektasinya
adalah dapat prestasi dan bisa dinaikkan pangkatnya menjadi Kombes, seiring
dengan rencana kenaikan tipe polres kota Bukittinggi, di mana sekarang sudah
naik tipe.
“Saya sebagai Kapolda disebut
telah memberikan perintah penyisihan barang bukti narkoba tersebut,” ujar dia.
Lebih jauh, Teddy menjelaskan
bahwa pada 23 Juni 2022 yang lalu ia pernah ditipu soal informasi penyelundupan
narkoba sebesar 2 ton melalui jalur laut oleh orang bernama Anita alias Linda.
Akibat informasi itu, ia mengaku
rugi karena telah mengeluarkan uang sebesar Rp 20 miliar dari kantong pribadi
untuk biaya operasi penangkapan di Laut China Selatan dan sepanjang Selat
Malaka.
Lalu kemudian, Anita alias Linda
menghubunginya kembali untuk melanjutkan kerja sama yaitu menjual pusaka kepada
Sultan Brunai Darussalam serta minta biaya operasional untuk berangkat ke
Brunai Darussalam.
Namun kata Teddy, ia tidak
memberikan uang yang diminta untuk operasional ke Brunei kepada Anita,
melainkan menawarkan untuk berkenalan dengan Kapolres Kota Bukittinggi karena
yang bersangkutan ada barang sitaan narkoba.
Teddy memang sudah meniatankan
untuk melakukan penangkapan terhadap Linda yang akan dilakukan oleh Kapolres
Kota Bukittinggi dengan tujuan memenjarakan Linda imbas kekecewaan saat dibohongi
selama operasi penangkapan di Laut China Selatan dan Selat Malaka.
Namun ternyata implementasi dari
teknik delivery control maupun under cover oleh Kapolres tidak dilakukan secara
prosedural.
"Di sinilah saya disebut
terlibat telah memperkenalkan Anita alias Linda kepada Kapolres Kota
Bukittinggi untuk transaksi narkoba," katanya.
"Padahal saya tidak pernah
tahu yang sesungguhnya atas wujud dari narkoba yang disisihkan tersebut, tidak
pernah melihat barangnya, tidak tahu jumlahnya, dan tidak tahu disimpan di
mana,” pungkas Teddy. (rmol)