SANCAnews.id – Kasus gangguan ginjal akut pada anak terus menjadi
sorotan selama sepekan ini. Teraktual, di Indonesia sudah ada 241 anak diduga
kuat mengidap gangguan ginjal, dari jumlah itu 133 anak dilaporkan meninggal
dunia.
Kondisi ini tentu harus segera
dicari tahu penyebab dan solusi pastinya. Anggota DPR RI dari Komisi IX yang
membidangi masalah kesehatan, Netty Prasetiyani Aher menyebut meninggal seratus
anak lebih karena mengalami gagal ginjal akut merupakan kejadian luar biasa.
"Boro-boro 100, satu saja
keluarga kita wafat ya, apalagi ini karena alasan permasalahan yang meliputi
kesehatan kita, maka sebetulnya ini menjadi kejadian yang luar biasa. Sebelum
nanti secara resmi ditetapkan sebagai kejadian luar biasa, saya pikir ini sudah
kejadian luar biasa ya," kata Netty dalam sebuah diskusi daring yang
digelar MNC Trijaya pada Sabtu (22/10/2022).
Menurut potisi perempuan dari PKS
ini, dengan jumlah korban yang mencapai 100 anak lebih, sudah seharusnya
pemerintah menetapkan status Kejadian Luar Biasa.
Dia juga mengusulkan dibentuknya
tim investigasi independen pencari fakta atau Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF)
untuk mengungkap penyebab pasti meninggalnya 100 lebih anak yang diduga karena
penggunaan obat sirop.
"Yaitu mempertimbangkan
status kejadian luar biasa dengan membentuk tim independen mencari fakta, tim
investigasi," ucap Netty.
"Meskipun kedengarannya
ngeri ya, tapi kan memang harus dicari. Apakah betul karena obat, apakah karena
memang faktor lain? Nah ini harus ditegakkan dengan cara melakukan riset ke
daerah. Bukan hanya dari data sekunder, memang harus dilakukan (riset),"
imbuhnya.
Menurutnya tim investigasi
pencari fakta sangat penting dalam situasi saat ini guna memberikan kejelasan
kepada masyarakat.
Rilis Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) yang mengumumkan lima jenis obat sirop anak yang dilarang justru
menyebabkan kegaduhan. Sebab dari salah satu produsen obat yang disebut BPOM,
memberikan bantahan.
"Kalau kemudian tiba-tiba
tadi ada angka 15 yang dirilis lima. Kemudian ada bantahan dari produsen ini,
kan menurut saya enggak menyelesaikan masalah. Justru memantik kegaduhan,
karena kurang maksimalnya tata kelolah komunikasi publik," ujarnya.
Atas hal itu juga, legislator
dari Fraksi PKS ini juga meminta kepada pemerintah, dalam hal ini Kemenkes dan
BPOM, untuk memperbaiki komunikasi publiknya.
"Apalagi kalau kita bicara
ini adalah krisis, kemampuan mengelola komunikasi krisis pemerintah ini yang
perlu diperbaiki. Sehingga jangan sampai alih-alih memberikan kenyamanan kepada
masyarakat ini loh penyebabnya, yang tiba-tiba kemudian dibantah oleh produsen,
bahwa, enggak obat kami bagus," tuturnya.
Kemenkes Larang 102 Obat Sirop
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebutkan terdapat 102 obat sirup yang diduga menjadi penyebab 200 lebih anak mengalami gangguan ginjal akut misterius.
Sebanyak 102 obat itu berdasarkan
penelusuran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM), yang mendatangi kediaman dan rumah sakit tempat pasien dirawat.
"102 obat itu obat-obatan
yang dikonsumsi anak-anak yang memang kita ambil dari rumah keluarga bayi dan
anak yang jatuh sakit di rumah sakit. 102 obat ini jangan diresepkan dulu,
daftar 102 masih konservatif dan lebih mengerucut dibanding semua obat sirup,"
ujar Menkes Budi saat konferensi pers di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat
(21/10/2022).
Pengumuman ini selain sebagai
tindak pencegahan, juga dibuat untuk mencabut larangan konsumsi semua obat
sirup di apotek dan diresepkan dokter berdasarkan surat edaran (SE) Kemenkes
Nomor SR.01.05/III/3461/2022.
Sehingga larangan konsumsi hanya
berlaku untuk 102 obat yang diduga mengandung cemaran berlebih etilen glikol,
dietilen glikol dan ethylene glycol butyl ether atau EGBE.
Temuan BPOM
BPOM merilis daftar 5 produk obat
sirop tercemar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang
batas. Hal ini diduga menjadi penyebab gagal ginjal akut misterius atau
gangguan ginjal akut yang menyebabkan 132 anak meninggal.
Perlu diketahui, cemaran etilen
glikol dan dietilen glikol tidak boleh melebihi ambang batas atau tolerable
daily intake (TDI) 0,5 miligram per kilo berat badan per hari.
"Sirop obat yang diduga
mengandung cemaran EG dan DEG kemungkinan berasal dari 4 (empat) bahan tambahan
yaitu propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol
(pelarut) yang bukan merupakan bahan yang berbahaya atau dilarang digunakan
dalam pembuatan sirup obat," ujar BPOM RI melalui keterangan yang diterima
Suara.com, Kamis (20/10/2022) kemarin.
Kelima obat sirop yang melebihi
ambang batas ini didapati setelah BPOM lakukan pengujian terhadap 39 bets dari
26 sirup obat hingga 19 Oktober 2022.
Berikut 5 produk obat sirop tercemar etilen glikol menurut BPOM:
Termorex Sirup (obat demam),
produksi PT Konimex dengan nomor izin edar DBL7813003537A1, kemasan dus, botol
plastik @60 ml.
Flurin DMP Sirup (obat batuk dan
flu), produksi PT Yarindo Farmatama dengan nomor izin edar DTL0332708637A1,
kemasan dus, botol plastik @60 ml.
Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan
flu), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar
DTL7226303037A1, kemasan Dus, Botol Plastik @ 60 ml.
Unibebi Demam Sirup (obat demam),
produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar
DBL8726301237A1, kemasan Dus, Botol @ 60 ml.
Unibebi Demam Drops (obat demam), produksi Universal Pharmaceutical Industries dengan nomor izin edar DBL1926303336A1, kemasan Dus, Botol @ 15 ml. (suara)