SANCAnews.id – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM
UI) kembali menjadi perbincangan dengan kritikan pedasnya kepada pemerintahan
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Bila sebelumnya BEM UI
menganalogikan Jokowi-Ma'ruf Amin selayaknya pendusta dan foto pajangan di
kelas SD, kini BEM UI mengkritik kinerja kabinet pemerintahan.
Bahkan mereka mengganti nama
kabinet Jokowi dari Kabinet Indonesia Maju menjadi Kabinet Nasakom.
Hal ini seperti yang terlihat di
unggahan akun Twitter @BEMUI_Official. Utas kritikan itu tampak diunggah pada
Selasa (25/10/2022) malam, di mana mereka memberikan penilaian selayaknya dosen
menetapkan indeks prestasi (IP) untuk mahasiswanya.
"Tiga tahun bersama
kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf begitu menggambarkan betapa buruknya pemerintahan di
berbagai sektor. Oleh karena itu, kami memberi penilaian berupa IPK (Indeks
Prestasi Kurang Ada) dengan nilai maksimal 4 poin sebagai berikut,"
begitulah keterangan yang dituliskan BEM UI, dikutip Suara.com, Kamis
(27/10/2022).
Sesuai namanya, Nasakom alias
nasib satu koma, bisa ditebak bila IPK masing-masing menteri dan kepala lembaga
mendapat nilai yang sangat rendah. Pasalnya menurut BEM UI, selama ini kinerja
kabinet tak pernah dievaluasi dan malah diapresiasi kendati tidak maksimal.
"Dalam publikasi berikut,
kami memberikan indeks prestasi tak lebih dari satu koma untuk nama beberapa
pejabat setingkat menteri dalam Kabinet Indonesia Maju karena buruknya kinerja,
bobroknya instansi yang dibawahi, dan kontribusi mereka akan kemunduran
Indonesia di segala lini," cuit BEM UI.
Dari beberapa nama yang dinilai,
Mendikbudristek Nadiem Makarim dan Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto mendapat IPK
tertinggi, yakni 1,7.
"Sok peduli pendidikan
sampai lupa soal kebebasan berpendapat di tempat pendidikan," kritik BEM
UI untuk Nadiem.
Lalu Menteri Investasi Bahlil
Lahadalia mendapat IPK 1,4 dan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mendapat
IPK 1,3. Menurut BEM UI, keduanya punya satu dosa besar yang sama yakni,
"Penjahat Pengkhianat Demokrasi".
Menteri Keuangan Sri Mulyani
mendapat IPK lebih baik sedikit daripada Bahlil, yakni 1,5. Bersama Menteri
ESDM Arifin Tasrif yang mendapat nilai 1,2 dan Menteri PPN/Bappenas Suharso
Monoarfa dengan IPK 1,2, ketiganya dianggap sebagai, "Tukang Bakar Duit Rakyat".
Yang mendapat nilai terendah
datang dari sektor hukum. Seperti Menkumham Yasonna Laoly yang mendapat IPK 1,2
dan Jaksa Agung ST Burhanuddin dengan IPK 1,1. Keduanya dinilai tidak peduli
dengan masalah HAM, serta Yasonna secara spesifik dianggap sebagai penghambat
reformasi hukum.
Sedangkan IPK terendah diberikan
kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Ketua KPK Firli Bahuri
yang masing-masing mendapat IPK 1,0.
"Kapolri: Malaikat Pelindung
Institusi Bobrok," begitulah kritikan pedas BEM UI untuk Sigit, merujuk
pada berbagai kasus yang tengah menggoyang korps bhayangkara saat ini.
"Ketua KPK: Si Pelanggar
Kode Etik," lanjut BEM UI untuk Firli, ditambah dengan penilaian soal
tumpulnya taring KPK saat ini dalam menindak kasus-kasus rasuah di Indonesia.
Tentu penilaian ini membuat BEM
UI kembali menjadi pembicaraan publik. Banyak pro dan kontra yang mengiringi,
tetapi BEM UI mengaku hanya berharap penilaian mereka dapat dijadikan
introspeksi pemerintah.
"Semoga buruknya nilai yang
ada menghadirkan introspeksi yang tidak berkesudahan, dan menghadirkan
perubahan yang signifikan. Harap berbenah diri karena tidak ada remedial,"
pungkas BEM UI. (suara)