SANCAnews.id – Isu "kakak asuh" di balik kasus Ferdy
Sambo diharapkan tidak mengaburkan fokus Polri dalam mengusut kasus pembunuhan
berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Direktur Eksekutif SARA
Institute, Muhammad Wildan berujar, istilah kakak asuh atau adik asuh di tubuh
Polri merupakan kewajaran karena hal itu sebagai sebutan junior ke senior dan
sebaliknya.
"Sepengetahuan saya sebagai
orang sipil biasa yang banyak bergaul dengan Anggota Polri menilai hal itu
sangat bagus untuk menjaga nilai-nilai kesopanan,” ujar Wildan dalam
keterangannya, Rabu (21/9).
Sejauh ini, kepemimpinan Kapolri
Jenderal Listyo Sigit di Korps Bahayangkara masih solid. Karena itu, ia
berharap agar setiap orang tidak gampang melempar isu yang belum tentu
kebenarannnya terkait kasus pembunuhan Brigadir J.
"Sudahlah, jangan lempar-lempar
isu yang belum tentu benar adanya. Sekarang waktunya kita melihat serta
mengawasi penegak hukum, khususnya Polri dan Kejaksaan untuk menyelesaikan
kasus Duren Tiga," tegasnya.
Mengenai isu ini, gurubesar
politik dan keamanan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Muradi sudah
pernah mengungkap Ferdy Sambo memiliki kakak asuh di tubuh Polri.
Disebutnya, sosok kakak asuhnya
mencoba melobi petinggi Korps Bhayangkara untuk meringankan hukuman dalam kasus
pembunuhan berencana.
"Kakak asuh dalam model
konteks yang sudah pensiun, ada yang belum. Nah ini yang saya kira yang agak
keras di dalam, kakak asuh itu punya peluang, punya powerful yang luar biasa
ya," ungkap Muradi.
Lanjut Muradi, sosok kakak asuh
itu memiliki kans membantu dan membela Ferdy Sambo agar tidak dihukum berat.
"Sambo berani karena dia
merasa dalam posisi berada di atas angin, masih ada yang membela, makanya harus
dituntaskan dulu soal orang-orang yang kemudian dianggap punya kontribusi
terkait dengan posisi Sambo," kata mantan Penasihat Ahli Kapolri tersebut.
(rmol)