SANCAnews.id – Mencuatnya
fakta-fakta kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib
menjadi tantangan baru bagi pihak terkait yang pernah menangani kasus tersebut.
Apalagi, itu sejalan dengan tim ad hoc penyelidikan pembunuhan Munir yang baru
saja dibentuk Komisi Nasional (Komnas) HAM.
Istri Munir, Suciwati, mengatakan
bahwa fakta-fakta pembunuhan Munir yang mencuat di media sosial belakangan ini
bukan hal baru. Terutama yang berkaitan dengan dugaan keterlibatan mantan
Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwoprandjono dalam pembunuhan
tersebut.
”Fakta itu (keterlibatan Muchdi,
Red) sudah ada di materi putusan pengadilan,” ujarnya saat dihubungi Jawa Pos
kemarin (13/9). Suci berharap masyarakat, terutama peretas dengan akun anonim
Bjorka yang sedang ramai dibahas di jagat maya, bisa membongkar lebih banyak
fakta yang berkaitan dengan pembunuhan Munir. Misalnya fakta berupa rekaman
percakapan antara Pollycarpus Budihari Priyanto dan Muchdi yang belum pernah
muncul di persidangan.
Koordinator Komisi untuk Orang
Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti menambahkan,
fakta yang diungkap Bjorka sejalan dengan temuan tim pencari fakta (TPF) dan
proses hukum lanjutan kasus Munir. Temuan TPF itu memang sampai saat ini belum
diumumkan pemerintah. ”Pemerintah bilang kalau tidak menyimpan dokumen itu
(TPF, Red),” katanya.
Pun, munculnya nama Muchdi dalam
kasus Munir bukan hal baru. Dokumen tersebut juga bisa ditelusuri dari berbagai
dokumen yang dimiliki Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM). Dalam
dokumen itu ada percakapan antara Muchdi dan Pollycarpus yang berlangsung
sebelum dan sesudah Munir tewas pada awal September 2004.
”Terlacak ada 35 kali sambungan
telepon antara keduanya (Muchdi dan Pollycarpus, Red),” ungkap Fatia. Bahkan,
temuan TPF itu telah dikuatkan oleh amar pertimbangan majelis hakim berdasar
fakta persidangan dalam putusan perkara pidana nomor:
1361/PID.B/2005/PN.JKT.PST atas nama terdakwa Pollycarpus.
Untuk diketahui, Muchdi pernah
ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Munir. Mantan perwira
tinggi TNI yang kini menjadi ketua umum Partai Berkarya tersebut juga pernah
menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. ”Namun, pengadilan
membebaskan Muchdi pada waktu itu,” ujar perempuan berkacamata tersebut.
Saat itu KASUM menilai putusan
pengadilan sama sekali tidak mempertimbangkan fakta hukum yang muncul di
persidangan. Baik persidangan Pollycarpus, Muchdi, maupun Indra Setiawan. KASUM
juga menilai hakim kurang objektif, independen, imparsial, kompeten, jujur,
adil, dan benar. ”Sehingga salah menerapkan hukum pembuktian,” ucapnya.
Fatia menambahkan, selain
menyebut Muchdi, TPF Munir sebenarnya juga menyebut nama mantan Kepala BIN A.M.
Hendropriyono. Bahkan, TPF juga beberapa kali memanggil Hendro. ”Namun, yang
bersangkutan tidak pernah memenuhi undangan dan bersikap tidak kooperatif atas
semua panggilan yang dilayangkan TPF,” imbuhnya.
Pakar hukum tata negara Bivitri
Susanti menambahkan, tim ad hoc penyelidikan pembunuhan Munir oleh Komnas HAM
akan menjadi babak baru kasus itu. Apalagi, penyelidikan tersebut dalam
kerangka mengusut dugaan pelanggaran HAM berat, yakni kejahatan kemanusiaan.
”Pemerintah dan DPR wajib memastikan tim ini dapat bekerja secara aman,” tegas
anggota KASUM itu. (jawapos)