SANCAnews.id – Dari penjelasan yang buka tutup
dalam kasus Duren Tiga pembunuhan Polisi oleh Polisi di kediaman Polisi
nampaknya Komnas HAM bukan saja tidak profesional tetapi juga terkesan masuk
angin.
Arah penjelasan mengikuti ritme yang sudah ada. Komnas HAM
semestinya fokus dalam kasus ini pada ada tidaknya pelanggaran HAM. Bukan
berfungsi sama dengan atau sebagai humas Polri.
Ketika Polri serba sulit dan serba salah memberi penjelasan
terbuka pada publik atas peristiwa kriminal yang cukup aneh ini, maka Komnas
HAM ternyata mengambil porsi seksi humas tersebut.
Agenda dan langkah pemeriksaan menjadi bahan untuk
diinformasikan dengan tahapan penjelasan yang bernuansa penggiringan. Komnas
yang awalnya ingin mandiri nyatanya membebek juga.
Dilansir law-justice, dulu saat Komnas HAM dipercaya untuk menyelidiki kasus pembunuhan enam laskar FPI kerjanya juga ternyata kacau. Dasar penyelidikannya salah.
Komnas HAM tidak mau mendasarkan diri pada ketentuan UU No 26
tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang memberi kewenangan besar bagi Komnas HAM
untuk melakukan penyelidikan.
Akibatnya saat proses peradilan hasil kerja Komnas HAM
menjadi sia-sia atau tidak berguna. Di buang ke tempat sampah.
Kini terkesan Komnas HAM menjadi bagian kerja Kepolisian.
Sebagaimana karakter rezim yang lip service, Komnas HAM juga menjadi bagian
yang sama saja.
Teriak ke publik independen namun prakteknya tidak
menunjukkan independensinya. Tidak ada informasi baru dari Komnas HAM. Soal
CCTV juga Polisi sudah mengumumkan akan keberadaan CCTV di sekitar TKP
tersebut.
Ekspos terakhir Komnas HAM soal jaringn komunikasi yang
dibeberkan Choirul Anam. Video menggambarkan lembaran kertas yang dibeberkan
dan diujungnya ternyata dilipat.
Komnas HAM payah di satu sisi dibuka dilain sisi ditutup.
Terlepas yang ditutup itu rahasia, tapi konperensi pers seperti ini sangat
buruk. Begitulah Komnas HAM bekerja yang ujungnya “ditutup”.
Persis saat Km 50 yang aktif juga panggil sana sini seperti
institusi independen, namun gagah di awal melorot di ujung. Di tengah juga
mulai tanda-tanda loyo.
Tidak berani keluar dari skenario. Seperti takut-takut
mengungkap temuan dan merekomendasi “cari aman”. Saat bekerja waktu itu Komnas
HAM sudah ada yang mendorong agar sebaiknya dibubarkan.
Kasus yang luar biasa aneh pada peristiwa yang terjadi di
ruang kepolisian ini dimana penembak jelas dan yang ditembak juga jelas tetap
saja tersangka tidak jelas.
Komnas HAM lambat menegaskan pelanggaran HAM telah terjadi
atau tidak, siapa dan berapa orang pelanggar HAM siapa pula yang dilanggar HAM
nya, keluarga Ferdy Sambo, Brigadir J dan keluarganya, atau pihak lain. Komnas
HAM bukanlah Polisi yang harus menjelaskan tahap penyidikannya.
Komnas HAM tidak memberi solusi, bahkan dapat dianggap
melakukan penggiringan opini. Ini tidak sesuai dengan visi penegakan Komnas HAM
“proses tindakannya dalam rangka pencarian kebenaran guna mengetahui terjadinya
pelanggaran HAM serta memberi sanksi bagi siapapun yang terbukti melakukan
pelanggaran tanpa adanya diskriminasi guna memberikan rasa keadilan”.
Ingat di antara misi Komnas HAM
adalah :
“mempercepat dan memastikan pemajuan, perlindungan,
penegakan, dan pemenuhan serta penyelesaian kasus pelanggaran HAM terutama
pelanggaran HAM berat”.
Tugas Komnas HAM tidak lain untuk menguji serius dalam kasus
penembakan di kediaman Irjen Ferdi Sambo itu ada pelanggaran HAM atau tidak
atau mungkin juga terjadi pelanggaran HAM berat. Kasus ini serius karena
ternyata diduga melibatkan banyak pihak. (*)