SANCAnews.id – Pidato kenegaraan
Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR dianggap gagal paham atas fakta
yang terjadi. Apa yang disampaikan Presiden Jokowi juga berbanding terbalik
dengan tindak-tanduk kebijakan pemerintah.
Pada pidato
tahun ini, Presiden mengemukakan empat kekuatan Indonesia untuk menjadi negara
yang tangguh, yakni pengelolaan pandemi Covid-19 yang baik, sumber daya alam
yang melimpah, bonus demografi, dan kepercayaan internasional.
"Kalimat-kalimat yang disampaikan
presiden seolah sangat meyakinkan bagi masyarakat, namun sebenarnya itu
hanyalah keindahan semu," kata Direktur Eksekutif Indonesia Resilience,
Hari Akbar Apriawan, Rabu (17/8).
Dalam
pidatonya, Presiden Jokowi menyebut hilirisasi nikel meningkatkan ekspor besi
baja 18 kali lipat, di mana tahun 2021 meningkat menjadi Rp 306 triliun.
Kurs rupiah
juga diklaim stabil karena kenaikan pajak dan devisa negara. Indonesia bahkan
dianggap menjadi produsen kunci dalam rantai pasok baterai litium global.
Hari Akbar
mengatakan, glorifikasi Indonesia sebagai produsen baterai dan produsen mobil
listrik global menjadi catatan tersendiri. Problemnya, bahan baku nikel yang
didapat untuk pembuatan baterai bukannya tanpa bekas, tetapi sumbangsih
eksploitasi nikel menjadi lahan baru kerusakan alam.
Alih-alih
menyelesaikan masalah lingkungan dengan mobil listrik, kata dia, justru
menambah masalah baru terhadap lingkungan.
"Jika
pemerintah ingin mendorong penguatan energi bersih dan penyelesaian krisis
iklim, maka yang seharusnya dilakukan membuat kebijakan linier, seperti
mengurangi ekspansi lahan sawit, hingga memutus perizinan perusahan-perusahaan
batubara bermasalah," paparnya.
Selain itu,
dalam pidato sidang tahunannya, presiden tidak memiliki agenda publik terkait
perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana.
Padahal, kata
dia, pengarusutamaan adaptasi perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana
menjadi urgensi bersama dalam pembangunan Indonesia ke depan untuk menekan laju
krisis iklim.
"Kami menganggap pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo sebagai gagal paham dengan fakta yang terjadi," tandasnya. (rmol)