SANCAnews.id – Lebih dari sekadar penegakan hukum,
penuntasan kasus tewasnya Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat alias
Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo, juga sebagai optimalisasi
reformasi kepolisian.
Begitu dikatakan pegiat hak asasi manusia (HAM) Feri Kusuma
mengomentari dinamika penyelidikan kasus tewasnya Brigadir J di mana baru saja
Bharada E ditetapkan sebagai tersangka.
"Penuntasan kasus kematian Brigadir Joshua, juga
merupakan bagian penting dari agenda mengoptimalkan reformasi kepolisian itu
sendiri," ujar Feri Kusuma kepada wartawan.
Secara historis, kata Feri, proses perubahan politik pada
tahun 1998 atau era reformasi, memang telah mendorong dijalankannya reformasi
kepolisian sebagai bagian dari agenda reformasi sektor keamanan.
"Agenda ini salah satunya bertujuan mendorong adanya
penghormatan pada prinsip-prinsip negara hukum dan hak asasi manusia di dalam
institusi-institusi keamanan yang ada, termasuk kepolisian," terangnya.
Namun proses reformasi kepolisian masih menyisakan pekerjaan
rumah yang perlu diselesaikan. Kata dia, salah satunya yang perlu terus
dievaluasi adalah penggunaan senjata api oleh personel kepolisian.
"Salah satu persoalan yang perlu dibenahi adalah terkait
penggunaan senjata api yang tidak proporsional dan berlebihan yang berdampak
pada terjadinya aksi-aksi kekerasan yang berlebihan," katanya.
Feri menyebutkan, setidaknya ada tiga asas esensial dalam penggunaan
kekuatan dan senjata api yang penting untuk diperhatikan polisi yaitu asas
legalitas, kepentingan, dan proporsional.
"Sungguh pun penggunaan kekerasan dan senjata api tidak
dapat dihindarkan, namun aparat penegak hukum tetap perlu mengendalikan
sekaligus mencegah dengan bertindak secara proporsional berdasarkan situasi dan
kondisi lapangan," pungkasnya. (rmol)