SANCAnews.id – Komnas HAM mengantongi bukti percakapan antara Irjen Ferdy Sambo dengan istrinya, yakni Putri Chandrawathi sebelum insiden penembakan terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat terjadi. Percakapan itu berlangsung di kediaman pribadi Sambo, Jalan Saguling 3, Duren Tiga, Jakarta Selaran.
Komisioner Komnas HAM, Choirul
Anam, mengatakan materi itu turut ditanyakan kepada Sambo saat pemeriksaan di
Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Jumat (12/8/2022).
Anam menyebut percakapan antara
eks Kadiv Propam Polri itu dengan sang istri berlangsung selama satu jam.
"Kami punya (rekaman) waktu
di Sangguling itu. Ada satu peristiwa yang kalau dalam rekaman video, yang kami
dapatkan dalam rekaman raw material yang kami dapatkan, kurang lebih satu jam,
yang tadi kita juga tanyakan," kata Anam.
Anam menambahkan, komunikasi
antara Sambo dan Putri turut mempengaruhi insiden selanjutnya: penembakan di
rumah dinas Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
"Ternyata juga ada
komunikasi antara Pak Sambo dan Bu Sambo sehingga memang sangat mempengaruhi
peristiwa yang ada di TKP," kata dia.
Sambo Aktor Utama
Di ruang tertutup yang berada di
Mako Brimob, Ferdy Sambo mengakui jika dirinya adalah aktor utama penembakan
terhadap Yosua. Hal itu dia sampaikan kepada tiga perwakilan Komnas HAM yang
melakukan pemeriksaan.
"Pertama adalah pengakuan FS
bhwa dia adalah aktor utama dari peristiwa ini," kata Ketua Komnas HAM,
Ahmad Taufan Damanik.
Sambo, kepada Komnas HAM, turut
mengakui bahwa sejak awal dirinya lah yang melakukan langkah-langkah rekayasa.
Sehingga, apa yang terbangun sejak awal kasus ini adalah tembak-menembak.
"Kedua dia mengakui sejak
awal dia lah yang melakukan langkah-langkah untuk merekayasa, mengubah,
mendisinfirmasi bebebrapa hal sehingga pada tahap awal yang terbangun
konstruksi peristiwa tembak menembak," beber Taufan.
Empat Tersangka
Tim khusus bentukan Kapolri total
telah menetapkan empat tersangka pembunuhan Brigadir J yang terjadi di rumah
dinas Ferdy Sambo. Keempat tersangka, yakni Ferdy Sambo, Bharada E, Brigadir RR
alias Ricky Rizal, dan KM alias Kuwat.
Kaporli Jenderal Listyo Sigit
Prabowo menyebut Ferdy Sambo ditetapkan tersangka lantaran diduga sebagai pihak
yang memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J. Sedangkan, KM dan
Brigadir diduga turut serta membantu.
Listyo juga menyebut Ferdy Sambo
berupaya merekayasa kasus ini dengan menembakan senjata HS milik Brigadir J ke
dinding-dinding sekitar lokasi. Hal ini agar terkesan terjadi tembak menembak.
"Timsus menemukan peristiwa
yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang menyebabkan J
meninggal dunia yang dilakukan saudara RE atas perintah saudara FS,"
ungkap Listyo di Gedung Rupatama, Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan,
Selasa (9/8/2022).
Dalam perkara ini, penyidik
menjerat Bharada E dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Juncto Pasal 55
KUHP dan 56 KUHP.
Sedangkan, Brgadi RR, Ferdy
Sambo, dan KM dijerat dengan Pasal 340 tentang Pembunuhan Berencana Subsider
Pasal 338 Juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Ketiganya mendapat ancaman
hukuman lebih tinggi dari Bharada E, yakni hukuman maksimal 20 tahun penjara
atau pidana mati. (suara)